Fakultas Kedokteran Diumbar
45 Persen Berakreditasi C

9 Mei 2016

JAKARTA, KOMPAS — Menjelang tahun ajaran baru, pemerintah membuka delapan fakultas kedokteran baru. Dengan demikian, kini ada 83 fakultas kedokteran, dan 45 persennya berakreditasi C. Kondisi itu mengancam mutu lulusan. Padahal, mereka bertanggung jawab atas nyawa dan kesehatan warga.

Penelusuran Kompas selama sepekan hingga Sabtu (7/5) menunjukkan banyak masalah yang dihadapi fakultas kedokteran (FK) negeri dan swasta akreditasi C di sejumlah daerah. Kendala terbesar ialah keterbatasan jumlah dosen dan sulitnya memiliki rumah sakit pendidikan tempat sarjana kedokteran menjalani pendidikan profesi dokter.

Sebagai contoh, FK Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, hanya mempunyai 17 dosen tetap, sedangkan 20 dosen lainnya menempuh pendidikan lanjutan. Padahal, fakultas itu mempunyai 1.557 mahasiswa.

Rasio ideal dosen dan mahasiswa program akademik FK 1:10. Dalam program profesi, idealnya 1 dosen bagi 5 mahasiswa. Akibatnya, satu dosen mengajar hingga 500 menit dari seharusnya mengajar 100-200 menit per hari. Sekali perkuliahan ada 200-300 orang dalam satu kelas. Dari uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter terakhir diikuti 57 mahasiswa Uncen, hanya 9 orang yang lulus.

Menurut Dekan FK Uncen Trajanus L Yembise, saat FK Uncen berdiri pada 2002, mereka menerima maksimal 50 mahasiswa per tahun sesuai ketentuan FK baru. Mulai 2005, mereka menerima lebih dari 100 mahasiswa, bahkan menerima 322 mahasiswa pada 2012.

Pada 2014, mereka menerima 198 mahasiswa meski sesuai edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya boleh menerima 70 mahasiswa baru. ”Kini kami mulai berbenah. Mulai 2015, FK Uncen hanya menerima 54 mahasiswa baru,” kata Trajanus.

Kesulitan mencari dosen juga dialami FK Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat. Selama tiga tahun terakhir, tak satu pun dokter mendaftar jadi dosen tetap di FK Untan. ”Umumnya dokter lebih senang buka praktik daripada mengajar di kampus,” kata Dekan FK Untan Arif Wicaksono.

content

Tabel Fak Kedokteran Teakreditasi A, B dan C bisa baca sajian yang di upload Pak Josa Pratama di Academia update sampai 22 Mei 2015 di SINI

Kini, Untan mempunyai 36 dosen tetap bagi program akademik dan 5 dosen tetap untuk program profesi. Mereka membutuhkan 5-10 dosen lulusan program magister atau S-2 untuk sejumlah mata kuliah dasar. Untuk sementara, itu dipenuhi dengan merekrut pengajar dengan bekerja sama dengan sejumlah universitas.

Di FK universitas swasta, kekurangan dosen banyak dialami. Apalagi, mereka umumnya menerima mahasiswa baru berjumlah besar, melebihi kuota yang ditetapkan. FK Universitas Malahayati (Unmal) Bandarlampung, Lampung, punya 2.801 mahasiswa.

Pada 2014, mereka menerima 242 mahasiswa baru. ”Jumlah mahasiswa baru di atas kuota karena kami investasi fasilitas besar-besaran,” kata Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Unmal Dalfian Adnan.

Mahasiswi FK Unmal, Nur Hidayah (21), mengatakan, fasilitas dan sistem pembelajaran di tempatnya kuliah memadai. Namun, kurangnya dosen membuat kuliah mahasiswa kerap terganggu.

Akreditasi C FK memengaruhi kemudahan lulusan mencari pekerjaan. Seorang mahasiswa semester VII FK Universitas Methodist Indonesia (UMI), Medan, Sumatera Utara, yang enggan disebut namanya mengatakan, tawaran pekerjaan dokter menyaratkan akreditasi FK minimal B.

Menurut dia, fasilitas di UMI kurang memadai. Rumah sakit pendidikan UMI bukan milik universitas. Sejumlah laboratorium digabung, seperti laboratorium mikrobiologi dan parasitologi atau laboratorium biokimia dengan histologi. ”Akibatnya, kami menanti lama jika masuk laboratorium,” kata mahasiswa angkatan 2012 itu.

BERITA TERKAIT

Pendidikan Dokter Mahal

9 Mei 2016

Pengawasan lemah
Banyaknya masalah yang dihadapi FK menunjukkan lemahnya pembinaan dan pengawasan dilakukan pemerintah. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi akhir Maret lalu justru mengizinkan pembukaan delapan FK baru. Ada tiga FK baru di Surabaya, yakni Universitas Surabaya, Universitas Ciputra Surabaya, dan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Adapun dua lainnya ada di Makassar, yaitu Universitas Bosowa dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

FK baru lain ialah Universitas Khairun Ternate, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Universitas Wahid Hasyim Semarang. Dari 8 FK baru itu, 5 di antaranya tak direkomendasikan Tim Evaluasi Pengusulan Program Studi Kedokteran yang dibentuk Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Bahkan, satu FK tak diperiksa.

Dengan ada 8 FK itu, kini ada 83 FK di Indonesia. Dari 75 FK sebelumnya, 21 FK belum menghasilkan lulusan. Dengan ada 8 FK baru, FK berakreditasi C jadi 37 buah atau 45 persennya.

Dengan penduduk 250 juta orang, idealnya Indonesia memiliki 60 FK. Mantan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Menaldi Rasmin mengatakan, idealnya tiap 4 juta warga ada satu FK sehingga calon dokter mempunyai jumlah dan keragaman kasus memadai untuk dipelajari.

Ketua KKI Bambang Supriyatno mengingatkan, pembukaan FK baru yang tak layak berpotensi membahayakan masyarakat. Lulusan FK dituntut berkompetensi memadai karena berurusan langsung dengan nyawa dan kesehatan warga. ”Jika 80-90 persen FK berakreditasi A dan B, silakan buka FK baru,” katanya.

Menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, pemberian izin 8 FK baru jadi upaya afirmasi demi memeratakan pendidikan kedokteran dan sebaran dokter. ”Pemerintah wajib menyediakan layanan kesehatan yang menjangkau semua warga,” katanya.

Sekretaris Umum Asosiasi Institut Pendidikan Kedokteran Indonesia Riyani Wikaningrum mempertanyakan hal itu. Mayoritas FK baru justru berada di sejumlah kota yang memiliki banyak FK.(FLO/JOG/ESA/ENG/DEN/GER/VIO/C01/C03/ADH/WSI/MZW)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Mei 2016, di halaman 1 dengan judul “Fakultas Kedokteran Diumbar”.