Deadline Mepet, Kemendikbud Siapkan Pemutihan Akreditasi
Bagi yang Belum Terakreditasi, Langsung Diberi C Semua

Selasa, 15 Oktober 2013 , 07:02:00

JAKARTA – Belum apa-apa, deadline kewajiban akreditasi institusi dan program studi (prodi) untuk legalitas ijazah per 10 Agustus 2014 bakal kendur. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyiapkan langkah darurat berupa pemutihan akreditasi.

Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim menuturkan, peluang untuk menjalankan program tadi bukan berarti sudah tertutup 100 persen. “Yang sudah masuk tetap diproses. Yang belum memasukkan, segera memasukkan usulan akreditasi,” katanya di Jakarta kemarin.

Pada saat mendekati deadline nanti, tim akan melihat apakah jumlah kampus yang belum memasukkan akreditasi masih banyak atau tinggal sedikit. Jika ternyata masih banyak kampus yang institusi dan prodinya belum terakreditasi, Kemendikbud langsung mengeluarkan langkah darurat.

Langkah yang diambil adalah dengan program pemutihan akreditasi. Semua usulan akreditasi yang belum terbit hingga waktu pemutihan itu, akan dikeluarkan langsung dengan standar akreditasi C. Begitupula dengan kampus yang belum memasukkan usulan akreditasi, standar akreditasi institusi dan prodinya langsung diputuskan C.

“Upaya ini kita ambil supaya masyarakat tidak dirugikan. Tetapi kampus juga jangan menyepelekan menunggu pemutihan saja,” ujar Musliar.

Mantan rektor Universitas Andalas, Padang itu berujar masyarakat atau lulusan perguruan tindak boleh dirugikan. Dia menyebutkan jika tidak ada program pemutihan tadi, potensi ijazah bodong karena prodi atau institusi kampusnya belum terakreditasi semakin besar.

Musliar mengakui bahwa ketentuan akreditasi ini merupakan amanah dari Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti). Rujukan pelaksanaan UU Dikti itu, baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau turunannya, hingga kini belum ada yang terbit. Musliar tidak mau disebut pemerintah hanya gemar membuat UU tetapi enggan melaksanakannya.

Mantan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud itu menyatakan salah satu pelaksanaan teknis UU Dikti adalah urusan akreditasi. Dia menyebutkan pemerintah sedang menggodok PP khusus tentang akreditasi ini. Diantaranya membuat badan lain diluar Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk melaksanakan akreditasi.

Badan lain itu adalah Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Dalam prakteknya saat ini, rujukan pembuatan LAM itu masih tarik ulur. Kemendikbud terkesan gamang apakah pembiayaan akreditasi di LAM itu ditanggung APBN, seperti di BAN-PT, atau ditanggung oleh kampus pengusul akreditasi. Seperti diketahui saat ini biaya setiap kali akreditasi sekitar Rp 30 juta dan ditanggung sepenuhnya oleh negara.

“Sekarang kita terus menjalankan uji publik untuk aturan itu,” paparnya. Musliar mengatakan putusan aturan pendirian LAM harus digodok matang supaya tidak berujung masalah baru.

Ketua Asosiasi Peruguran Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamir menuturkan, keberadaan LAM sangat ditunggu pihak kampus. Sebab keberadaan LAM bisa memecah penumpukan dokumen usulan akreditasi di BAN-PT. Rencananya LAM khusus mengakreditasi kampus swasta, sedangkan BAN-PT untuk kampus negeri.

“Supaya tidak semakin menumpuk usulan akreditasi di  BAN-PT, pemerintah segera terbitkan aturan pembentukan LAM,” ujar pria yang juga rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu. Dia berharap pembiayaan akreditasi di LAM itu tetap ditanggung negara melalui APBN, sehingga tidak membebani kampus.

Khusus soal pemutihan akreditasi, Edy menyambut dengan baik. Dia berharap Kemendikbud benar-benar turun ke lapangan untuk menetapkan pemutihan itu. Jangan sampai kampus yang tidak memiliki mahasiswa tetap di beri akreditasi C. dikhawatirkan akreditasi itu akan dijual untuk komersialisasi ijazah. (wan) Sumber: JPNN

JAKARTA – Masyarakat harus kian teliti memilih perguruan tinggi, khususnya terkait akreditasi. Jika salah pilih, legalitas ijazah menjadi taruhannya. Mulai 10 Agustus 2014 nanti, ijazah disebut sah jika dikeluarkan oleh kampus yang institusi dan prodinya telah terakreditasi.

Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Mansyur Ramli menuturkan, aturan yang berlaku saat ini masih ketentuan lama. Yakni persyaratan ijazah legal hanya cukup prodinya saja yang terakreditasi. Tetapi dalam Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) ijazah legal jika dikeluarkan oleh kampus yang institusi dan prodinya terakeditasi.

“Jika prodinya saja yang terakreditasi, ijazahnya bodong. Masyarakat harus tahu aturan baru ini, supaya tidak menyesal,” katanya, Minggu (13/10).

Masnyur mengatakan meskipun UU Dikti itu disahkan 2012 lalu, tetapi pemerintah memberlakukan masa transisi. Dia menegaskan bahwa ketentuan akreditasi insititusi dan prodi untuk legalitas ijazah itu berlaku per 10 Agustus 2014.

Mantan kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud itu menyebutkan, masih ada waktu bagi kampus untuk memasukkan usulan akreditasi institusi. Dia menyebutkan jumlah kampus negeri maupun swasta saat ini mencapai 3.600 unit. Tetapi jumlah kampus yang mengantongi akreditasi institusi baru sekitar 80 unit saja.

“Masyarakat harus hati-hati memilih kampus. Lebih baik masuk ke kampus yang terakreditasi institusi dan prodinya,” paparnya.

Dia mencontohkan kasus di Unviersitas Nasional (Unas) Jakarta bebarapa waktu lalu. Mahasiswa salah satu prodi di fakultas hukum yang baru diwisuda, protes karena Ijazah yang mereka pegang ternyata bodong.

Mahasiswa protes karena saat masuk atau mendaftar kuliah, prodi yang mereka  pilih itu terakreditasi A. Tetapi saat mereka diwisuda, akreditasi kampusnya kadaluarsa. Mansyur menegaskan legalitas ijazah berdasarkan status akreditasi ketika ijazah itu dikeluarkan bukan ketika mahasiswa mendaftar. Solus paling bijaksana adalah, kampus menunda wisuda hingga akreditasi yang baru dikeluarkan.

Mansyur mengatakan tugasnya tahun depan bakal semakin berat. Di saat potensi usulan akreditasi bakal melonjak, anggaran mereka untuk menjalankan akreditasi tetap.

Dia menguraikan tahun ini ada sekitar 7.000 prodi yang memasukkan borang akreditasi ke BAN-PT. Tetapi anggaran mereka di APBN 2013 hanya untuk mengakreditasi 3.200 unit saja.

Sisanya otomatis akan dimasukkan atau diluncurkan ke agenda akreditasi tahun depan. “Untuk tahun depan, anggaran akreditasi di BAN-PT juga tidak besar,” kata dia.

Mansyur mengatakan mereka mengusulkan anggaran untuk 6.000 kegiatan akreditasi. Tetapi Kemendikbud rupanya memberikan anggaran hanya untuk sekitar 4.000 kegiatan akreditasi saja.

Khusus terkait biaya akreditasi, Mansyur mengelak jika dibebankan kepada kampus. Dia mengatakan untuk satu kali proses akreditasi, biayanya mencapai Rp 30 juta. Rinciannya diantaranya untuk tiket pesawat dua orang asesor rata-rata Rp 8 juta. Kemudian juga untuk honor asesor sebesar Rp 3 juta dan biaya akomodasi asesor selama visitasi yang nilainya bervariasi sesuai daerahnya. “Uang itu sudah ditanggung pemerintah,” paparnya.

Kampus dilarang memberikan uang atau fasilitas lain seperti hotel kepada asesor yang melakukan visitasi. Pemberian itu bisa masuk dalam praktek gratifikasi. Pemberian itu dilarang juga untuk menjaga independensi asesor dalam mengakreditasi kampus.

Sedangkan untuk urusan waktu penerbitan akreditasi, Mansyur mengatakan membutuhkan 4 sampai 6 bulan. Estimasi waktu itu dihitung mulai dari memasukkan borang akreditasi hingga penerbitan SK akreditasi. Waktu tadi bisa semakin lama jika kampus menyatakan banding terhadap ketetapan akrediasi tadi. (wan). Sumber : JPNN

Undang- Undang no. 12 Tahun 2012  tentang Pendidikan Tinggi dan Penjelasan

Paragraf 6
Ijazah
Pasal 42
(1) Ijazah diberikan kepada lulusan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu program studi terakreditasi yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi.
(2) Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Perguruan Tinggi yang memuat Program Studi dan gelar yang berhak dipakai oleh lulusan Pendidikan Tinggi.
(3) Lulusan Pendidikan Tinggi yang menggunakan karya ilmiah untuk memperoleh ijazah dan gelar, yang terbukti merupakan hasil jiplakan atau plagiat, ijazahnya dinyatakan tidak sah dan gelarnya dicabut oleh Perguruan Tinggi.
(4) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan ijazah.

Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 55
(1) Akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan kelayakan Program Studi dan Perguruan Tinggi atas dasar kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi untuk mengembangkan sistem akreditasi.
(4) Akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
(5) Akreditasi Program Studi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri.
(6) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan lembaga mandiri bentukan Pemerintah atau lembaga mandiri bentukan Masyarakat yang diakui oleh Pemerintah atas rekomendasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
(7) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibentuk berdasarkan rumpun ilmu dan/atau cabang ilmu serta dapat berdasarkan kewilayahan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 97
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.  izin pendirian Perguruan Tinggi dan izin penyelenggaraan Program Studi yang sudah diterbitkan dinyatakan tetap berlaku.
b.  pengelolaan Perguruan Tinggi harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan (disahkan).
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO