Negara Rugi Miliaran Rupiah
Menteri Panggil Rektor Pekan Ini
http://cetak.kompas.com/read/2012/06/07/03302211/negara.rugi.miliaran.rupiah

07 Juni 2012
Jakarta, Kompas – Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan ada kerugian negara berindikasi tindak pidana senilai Rp 68,12 miliar dan 108.810,41 dollar Amerika Serikat dari hasil pemeriksaan terhadap 18 universitas negeri dalam pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2008-2011.

Selain kerugian negara, BPK juga mengungkapkan ada potensi kerugian Rp 16,24 miliar, kekurangan penerimaan senilai Rp 83,81 miliar, kesalahan administrasi Rp 69,49 miliar, serta penganggaran yang tidak efektif, efisien, dan ekonomis senilai Rp 400,76 miliar. “Total dana yang bermasalah di 18 universitas itu mencapai Rp 638,54 miliar dan 108.810,41 dollar AS,” ujar anggota BPK, Rizal Djalil, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/6).

Menurut Rizal, dari total dana yang bermasalah di 18 universitas negeri itu, ditemukan 191 temuan pemeriksaan yang meliputi dugaan rekayasa lelang atau tender, pengadaan barang yang tak sesuai spesifikasi secara kuantitatif ataupun kualitatif, dan keterlambatan dalam kontrak.

Soal dugaan rekayasa tender pengadaan sarana dan prasarana terkait kepentingan sejumlah elite politik di DPR, Rizal tak mau berkomentar. “Pokoknya, kami sangat siap bekerja sama dengan penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan polisi bilamana temuan BPK yang berindikasi tindak pidana dinaikkan statusnya dari tahapan indikasi awal ke penyelidikan ataupun penyidikan,” ungkap Rizal.

Sementara itu, KPK meyakini ada tersangka lain dalam kasus korupsi pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di universitas negeri yang nilainya mencapai Rp 600 miliar. KPK menangani 16 universitas. Sejauh ini KPK baru menjerat Angelina Sondakh.

“Sedang intensif ditelusuri,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas saat ditanya terkait keterlibatan pihak lain selain Angelina dalam kasus ini, Rabu. Sebelumnya, Busyro mengatakan, hampir tak mungkin dalam setiap perkara korupsi pelakunya pemain tunggal.

“Kemungkinan tersangka lain selain Angelina dalam kasus dugaan korupsi pembahasan anggaran 16 universitas negeri tetap ada,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

Direktur Program Indonesia Procurement Watch Hayie Muhammad mengatakan, Angelina tidak mungkin terlibat sendiri dalam kasus ini. Menurut dia, KPK harus bisa membuat Angelina bersuara untuk mengungkap pihak-pihak lain itu.

Angelina sebelum ini merupakan anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Demokrat. Dia juga merupakan anggota Komisi X DPR yang mitra kerjanya, antara lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pihak yang berwenang dalam proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas itu.

Komisi X DPR juga bermitra dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang berwenang dalam proyek wisma atlet SEA Games ataupun proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

KPK kemungkinan menerapkan Undang-Undang Pencucian Uang dalam kasus itu. “Kemungkinan penggunaan pasal-pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap tersangka AS (Angelina Sondakh) sedang ditelusuri KPK. Tergantung temuan KPK dalam penyidikan kasus ini,” kata Johan.

Sejauh ini Angelina baru dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 atau 12 Huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman untuk Pasal 5 dan 11 antara satu dan lima tahun. Sementara untuk Pasal 12 Huruf a antara empat dan 20 tahun. KPK menyangka Angelina menerima hadiah berupa aliran dana terkait pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana pendidikan 16 universitas negeri senilai Rp 600 miliar.

Selain disangka menerima aliran dana untuk pembahasan anggaran 16 universitas negeri, Angelina juga disangka KPK menerima aliran dana terkait pembahasan proyek wisma atlet SEA Games. Johan mengakui, untuk kasus dugaan korupsi pembahasan anggaran 16 universitas negeri ini, KPK baru menetapkan Angelina sebagai tersangka.

Berdasarkan data di KPK, proyek universitas itu adalah Universitas Sumatera Utara dengan nilai proyek Rp 30 miliar, Universitas Brawijaya Rp 30 miliar, Universitas Udayana Rp 30 miliar, Universitas Jambi Rp 30 miliar, Universitas Negeri Jakarta Rp 45 miliar, dan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya Rp 45 miliar.

Selain itu Universitas Jenderal Soedirman Rp 30 miliar, Universitas Sriwijaya Rp 75 miliar, Universitas Tadulako Rp 30 miliar, Universitas Nusa Cendana Rp 20 miliar, Universitas Pattimura Rp 35 miliar, Universitas Negeri Papua Rp 30 miliar, Universitas Sebelas Maret Rp 40 miliar, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Rp 50 miliar, Universitas Negeri Malang Rp 40 miliar, dan Institut Pertanian Bogor Rp 40 miliar.

Panggil rektor

Kemendikbud akan memanggil para rektor universitas pada minggu ini untuk mengklarifikasi kasus dugaan penyimpangan anggaran pembangunan sarana dan prasarana itu. “Kami akan minta penjelasan sejelas-jelasnya agar tahu duduk perkaranya. Kami mendukung aparat penegak hukum menyelidiki dugaan penyimpangan ini,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Rabu, di Jakarta.

Meski demikian, Nuh tidak yakin para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) itu bisa melakukan penyimpangan atau penggelembungan (mark up) anggaran. Pasalnya, mekanisme untuk pembangunan sarana dan prasarana, misalnya, sudah diatur dalam ketentuan baku.

Dalam ketentuan itu disebutkan, PTN mengajukan usulan atau proposal rencana kegiatan yang kemudian diolah di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud. Dari situ kemudian diajukan kepada DPR karena DPR memiliki hak budget. Setelah mendapat pengesahan dari DPR, anggaran itu lalu dikirimkan oleh Kementerian Keuangan dan masuk ke daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) di setiap PTN.

Setiap satuan kerja atau PTN, menurut Nuh, mempunyai keleluasaan melakukan kegiatan. Jika kegiatannya berupa pembangunan sarana-prasarana, PTN yang menentukan harga satuan, mekanisme tender, dan lain-lain. “Saya tidak tahu mekanisme tender. Apakah PTN memberi kickback atau uang balik ke si A atau si B, itu saya tidak tahu,” ujarnya.

Nuh tak yakin para rektor bisa melakukan mark up anggaran karena setiap tahun Inspektorat Jenderal Kemendikbud serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memeriksa setiap tahapan proses itu. Karena itu, jika terjadi mark up, akan mudah ketahuan.

“Kalau mark up itu bisa unit cost-nya yang dinaikkan atau volume pekerjaannya yang ‘dimainkan’. Namun, berdasarkan pengalaman saya sebagai rektor, susah itu karena standar bangunan dan harga satuan sudah diatur Kementerian Pekerjaan Umum,” kata Nuh.

Menurut Rizal, dalam proses pemeriksaan BPK juga ditemukan fakta ada pejabat universitas yang tidak memahami dan tidak mengerti terhadap proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pendidikannya.(BIL/LUK/RAY/HAR/LOK)

>>>

Korupsi Proyek Universitas
KPK Periksa Rektor Satu Per Satu
http://cetak.kompas.com/read/2012/06/08/03194727/kpk.periksa.rektor.satu.per.satu

08 Juni 2012
Jakarta, Kompas – Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mengusut keterlibatan pihak lain dalam dugaan korupsi pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana di 16 universitas negeri senilai Rp 600 miliar. Rektor dan mantan rektor dari 16 universitas itu satu per satu diperiksa KPK.

KPK memeriksa mantan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Rahman Abdullah, Kamis (7/6). Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha memastikan kehadiran Rahman. Sebelumnya, Selasa lalu KPK memanggil Rektor IPB Herry Suhardiyanto. Namun, Herry tak dapat memenuhi panggilan KPK karena berada di luar negeri. KPK menjadwalkan ulang pemanggilan Herry pada Kamis pekan depan. Para rektor diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Angelina Sondakh.

KPK baru menetapkan Angelina sebagai tersangka kasus suap dalam pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana di 16 universitas negeri. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, KPK tengah menelisik keterlibatan pihak lain. “Untuk kasus ini, kami fokus pada soal pembahasan anggarannya. KPK tengah menelisik pihak lain di luar AS (Angelina Sondakh), apakah yang lain ikut menerima suap juga atau tidak,” kata Johan.

Terkait pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas negeri itu, KPK tengah membidik anggota Komisi X DPR lain selain Angelina. KPK telah memeriksa mantan Ketua Komisi X DPR Mahyudin yang juga rekan satu fraksi Angelina di Fraksi Partai Demokrat.

Secara terpisah, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar mengaku tak tahu soal dugaan korupsi di 16 universitas negeri itu. Menurut dia, kasus itu terjadi pada tahun anggaran 2010/2011 saat dirinya belum menjabat irjen. Haryono adalah Wakil Ketua KPK periode lalu.

Menurut dia, anggaran pengadaan di universitas negeri biasanya diajukan pihak universitas ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dari Dirjen Dikti Kemdikbud, anggaran baru dibahas di DPR. “Maka, saya mau tanya para rektor. Seharusnya anggarannya melalui kementerian,” katanya.

Selain KPK, Kejaksaan Agung juga memeriksa kasus universitas ini, khususnya Universitas Sriwijaya (Unsri). Kemarin, Kejagung memeriksa dua saksi kasus korupsi Unsri, yakni Yursal, Direktur PT Era Mitra Perdana Utama, dan Heiman R dari PT Inov Perdana Teknologi. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Adi Toegarisman, kedua perusahaan tersebut merupakan rekanan yang menyediakan jasa dan barang.

Kejagung telah menetapkan dua pejabat Unsri sebagai tersangka, yaitu HMY (ketua panitia proyek lelang pengadaan alat laboratorium) dan ID (pejabat pembuat komitmen dalam proyek tersebut). Selain Unsri, Kejagung juga menyidik kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dua pejabat di UNJ telah ditetapkan sebagai tersangka. (BIL/RAY/FAJ)