Eksistensi LIPI Diabaikan Asing

Publikasi Lebah Raksasa Pelanggaran Hak Cipta

Kamis, 26 April 2012

Jakarta, Kompas – Eksistensi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai institusi riset terbesar di Indonesia diabaikan. Hal ini terkait publikasi lebah raksasa (Megalara garuda) sebagai spesies baru Indonesia secara sepihak oleh peneliti asing dari Universitas California Davis, AS.

Lebah raksasa itu spesies temuan baru hasil riset kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Universitas California Davis di pegunungan Makongga, Sulawesi Tenggara. Kerja sama itu berlangsung tahun 2009 hingga Mei 2012.

”Peneliti asing itu sudah meminta maaf, tetapi tuntutan LIPI lebih dari itu,” kata Kepala LIPI Lukman Hakim, Rabu (25/4), dalam konferensi pers Diseminasi Hasil Jejaring Kerja Sama Internasional LIPI Bidang Energi dan Lingkungan di Jakarta.

Lynn S Kimsey, peneliti dari Universitas California Davis, tak menyertakan nama peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah, sebagai penemu spesies baru lebah raksasa itu dalam publikasi jurnal ilmiah Zookeys dan Daily Mail di Amerika Serikat, 23 Maret 2012. Sebelumnya, 25 Agustus 2011, Kimsey juga memublikasikan temuan itu melalui Daily Mail tanpa menyertakan nama Rosichon.

Beberapa tuntutan LIPI, permintaan maaf Kimsey tidak hanya ditujukan pribadi kepada institusi LIPI, tetapi juga ditujukan kepada Indonesia sebagai bangsa.

LIPI juga menuntut pengembalian pinjaman 6.000 spesimen dari pegunungan Makongga yang dialihkan kepada pihak ketiga oleh Universitas California Davis. Tuntutan juga menambahkan nama Rosichon sebagai penemu Megalara garuda pada jurnal ilmiah yang memublikasikan.

Pelanggaran hak cipta

Menurut Lukman, publikasi sepihak temuan lebah raksasa dari Makongga itu melanggar hak cipta yang sangat jelas dan nyata. Pelanggaran terhadap perjanjian kerja sama yang disepakati itu dilakukan sengaja serta jelas-jelas mengabaikan eksistensi dan hak sebagai peneliti, institusi, ataupun bangsa.

”Dalam nama spesies baru itu terdapat nama ’garuda’ yang disakralkan sebagai lambang negara. Kami sangat terusik ketika nama itu digunakan peneliti asing tanpa menyebut satu pun nama peneliti Indonesia sebagai penemunya,” kata Lukman.

Peneliti LIPI, Elizabeth Widjaja, yang juga terlibat dalam riset kerja sama di Makongga tersebut, memaparkan beberapa temuan lain. Hal itu di antaranya terkumpul lebih dari satu juta spesimen invertebrata dari Makongga. ”Sebanyak 15.000 insekta atau serangga diidentifikasi,” katanya.

Menurut Elizabeth, dari identifikasi 531 spesies saja, diperkirakan terdapat 12 persen spesies baru. ”Kerja sama riset ini juga berhasil menemukan potensi mikroba untuk obat-obatan dan sumber bioenergi,” katanya.

Wakil Kepala LIPI Endang Sukara mengatakan, pemilihan lokasi riset di Makongga didasarkan pada banyaknya biodiversitas di lokasi tersebut yang belum terungkap. Berbagai spesies baru yang sudah ditemukan akan disusulkan penamaan dan pemuatannya ke dalam jurnal internasional.

Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Siti Nurmaliyati Priyono mengatakan, usaha penemuan nama spesies baru menelan biaya tidak sedikit. Di antaranya, harus melalui penelusuran koleksi spesimen spesies acuan yang tersimpan di museum-museum internasional.

Kasus tidak etis terkait kerja sama penelitian tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya, ada upaya mencuri spesimen ”sponge” dari laut Indonesia. Hal ini dialami oleh peneliti pada laboratorium sumber daya alam laut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. (NAW)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2012/04/26/03533245/eksistensi.lipi.diabaikan.asing