Cabut Izin Seribu Kampus Sekarat dan PTS Diminta Merger

Sabtu, 21 Oct 2017 10:23 | Editor : Dhimas Ginanjar
kampus kurang mahasiswa, izin universitas, jumlah kampus di indonesia, merger kampus swasta

Peta kampus di Indonesia saat ini (Erie Dini/Jawa Pos)


JawaPos.com – Kampus bermodal papan nama masih bertebaran di Indonesia. Mahasiswa minim, fasilitas pendidikan pun tak layak. Kemenristekdikti akan membersihkan mereka. Yang tidak punya kemampuan mumpuni harus melakukan merger jika tidak ingin dibekukan Kemenristekdikti menargetkan, pada 2019 Indonesia bersih dari kampus yang tidak memenuhi standarminimal layanan akademik itu. Proses pembersihan dimulai Januari nanti.

Saat ini jumlah PTS mencapai 3.128 unit. Jumlah itu belum termasuk kampus swasta di bawah Kementerian Agama (Kemenag) yang mencapai 1.025 unit. Dalam catatan Kemenristekdikti, tidak kurang dari 1.000 kampus tidak layak beroperasi. Mereka itulah yang akan disikat apabila tidak meningkatkan performa.

Rujukan Kemenristekdikti dalam mengurangi jumlah PTS tersebut adalah Permenristekdikti 100/2016 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS. Peraturan itu dikeluarkan pada 2016, tetapi baru efektif berlaku pada 2019.

Kabid Kelembagaan dan Sistem Informasi Kopertis Wilayah VII Jawa Timur (Jatim) Purwo Bekti menuturkan, salah satu ketentuan dalam Permenristekdikti No 100/ 2016 yang harus ditaati adalah jumlah program studi (prodi). “Untuk universitas, jumlah prodi minimalnya 10 unit. Perinciannya, 6 prodi rumpun eksakta dan 4 prodi rumpun sosial,” jelasnya kemarin (20/10).

Nah, bagi universitas swasta yang jumlah prodinya kurang dari 10 unit, siap-siap izinnya dicabut. Daripada izin dicabut, sebaiknya universitas-universitas dengan jumlah prodi sedikit itu melakukan merger atau bergabung.

Bekti menyatakan, di seluruh wilayah Jawa Timur, ada 330 unit PTS. Di antara jumlah itu, sedikitnya ada 44 kampus yang menyatakan siap merger. Pendaftaran merger kampus dibuka per 1 Januari 2018.

Dia mengungkapkan, Kopertis Wilayah VII Jatim tahun depan membuka lebar akses usul merger. Dalam kondisi normal, usul merger dibuka dua kali dalam setahun. Namun, kata Bekti, tahun depan usul merger tidak dibatasi. Bisa diusulkan sepanjang tahun.

Kampus yang dia ingat akan melakukan merger, antara lain, Akademi Gizi Karya Husada Kediri dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Karya Husada Kediri. Keduanya sama-sama berada di bawah Yayasan Karya Husada. “Wujud baru mergernya nanti tidak harus jadi universitas,” katanya.

Merujuk pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti) Kemenristekdikti, jumlah dosen tetap Akademi Gizi Karya Husada Kediri hanya 8 orang, sedangkan jumlah mahasiswanya tercatat 134 orang.

Kemudian, untuk Stikes Karya Husada Kediri, jumlah dosen tetapnya tercatat 43 orang, sedangkan jumlah mahasiswanya mencapai 1.237 orang yang tersebar di lima unit prodi. Diperkirakan, Akademi Gizi Karya Husada Kediri bakal bergabung dengan Stikes Karya Husada Kediri karena jumlah mahasiswanya sedikit.

Dalam sejumlah kesempatan, Menristekdikti Mohamad Nasir menyatakan, salah satu indikator sehatnya PTS (perguruan tinggi swasta) adalah jumlah mahasiswa. Secara ekstrem, kata dia, PTS dinilai sehat jika jumlah mahasiswanya lebih dari seribu orang.

Karena itu, dia mewajibkan PTS yang jumlah mahasiswanya kurang dari seribu orang untuk melakukan merger. Nasir memperkirakan, ada dua ribuan unit PTS yang jumlah mahasiswanya kurang dari seribu orang.

Bekti melanjutkan, jumlah mahasiswa berkaitan dengan pengelolaan keuangan kampus. Dia tidak memungkiri, semakin sedikit mahasiswa, uang yang dikelola PTS juga sedikit. Kondisi keuangan yang tidak sehat berpotensi memunculkan kecurangan atau pelanggaran akademik.

Contohnya, karena uang terbatas, dosen tetapnya sedikit. “Ujungnya, tatap muka perkuliahan tidak sesuai ketentuan, tetapi tetap meluluskan mahasiswa,” ungkapnya.

Bekti tidak bisa menyimpulkan kampus-kampus seperti itu bakal menerapkan praktik jual beli ijazah. Namun, potensi penyimpangan di PTS yang keuangannya tidak sehat cukup besar. “Tidak bisa dimungkiri, PTS hidup dari uang yang masuk,” ujarnya.

Mantan wakil rektor bidang akademik dan riset Universitas Paramadina Jakarta Totok Amin Soefijanto mengungkapkan, selama menjadi wakil rektor, dirinya selalu bersinggungan dengan urusan akreditasi. Dia menjelaskan, untuk mendapat nilai akreditasi yang baik, minimal jumlah mahasiswa 1.500 orang. “Sementara masih banyak PTS yang jumlah mahasiswanya bahkan kurang dari 500 orang,” katanya.

Dia menyatakan, di Jakarta saat ini ada 500 PTS. Tidak semua memiliki jumlah mahasiswa yang mencukupi. Merujuk pada data Bappenas, rentang jumlah mahasiswa di Indonesia adalah 500 orang hingga 50 ribu orang per kampus.

Terkait dengan rencana pengeprasan kampus swasta yang mencapai seribu unit sampai 2019, Totok meminta pemerintah juga mempertimbangkan faktor partisipasi pendidikan tinggi. Saat ini angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi sekitar 45 persen. Artinya, hanya 45 persen anak usia kuliah yang mengenyam pendidikan tinggi.

Untuk DKI Jakarta saja, kata Totok, hanya dua di antara sepuluh anak yang lulus SMA/sederajat yang melanjutkan ke pendidikan tinggi. Dia khawatir ketika jumlah PTS berkurang, akses bagi anak-anak usia kuliah untuk mengenyam bangku pendidikan tinggi semakin sedikit.

Dirjen Kelembagaan Iptek-Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo menuturkan, PTS yang manajemen akademik dan keuangannya tidak sehat memang didorong untuk melakukan merger. Namun, dia mengakui bahwa merger PTS secara besar-besaran itu bukan perkara mudah. “Yang banyak ditanyakan, ketika ada PTS yang bersedia merger, insentifnya apa?” ujarnya.

Dia menyatakan, pemerintah tidak begitu saja menyuruh PTS untuk melakukan merger tanpa imbal balik apa-apa. Patdono menjelaskan, ada sejumlah klausul insentif kebijakan yang disiapkan untuk PTS yang merger. Di antaranya, urusan akreditasi prodi.

Menurut dosen ITS Surabaya itu, ketika ada penggabungan kampus A dan B, yakni yang satu prodi akreditasi B dan satu lagi akreditasi C, yang digunakan adalah akreditasi B. Kemudian, jika ada prodi akreditasi A bergabung dengan prodi akreditasi B, yang digunakan adalah akreditasi A.

Selain itu, PTS yang bersedia merger akan dipermudah dalam usul pembukaan prodi baru. Misalnya, saat ini Kemenristekdikti memoratorium usul prodi rumpun sosial. Namun, universitas baru hasil merger diperbolehkan mengusulkan prodi rumpun sosial. Dengan demikian, jumlah prodinya memenuhi ketentuan minimal untuk pembentukan universitas.

Insentif kebijakan lainnya, penggabungan PTS bisa lintas kota, kabupaten, dan bahkan provinsi. Selama ada dua prodi yang sama, PTS lintas lokasi bisa melakukan merger. Perkuliahan nanti dilakukan di daerah asal sebelum merger dilaksanakan.

(wan/c5/ang)

Baca juga :

4 Skenario Merger Perguruan Tinggi Swasta