Dosen ITS Raih Penghargaan Produk Inovasi Terbaik

Surabaya, 10 Agustus 2017
Di tangan peneliti handal, limbah bisa jadi produk yang inovatif dan bermanfaat. Seperti halnya yang dilakukan oleh Dr Eng Januarti Jaya Eka Putri, dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Berkat produk paving block dari limbah batubara (fly ash) karyanya, perempuan yang biasa disapa Yani ini mendapat penghargaan Adibarata di puncak perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2017 di Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM), Kamis (10/8) malam.

Penghargaan Adibarata merupakan anugerah yang diberikan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) kepada peneliti yang berhasil mengembangkan risetnya menjadi produk inovatif. Produk paving dari limbah batu bara karya Yani ini diang penelitian yang paling inovatif dan berdampak kepada masyarakat.

Perempuan berjilbab ini mengungkapkan penelitiannya tersebut bermula karena kekhawatirannya akan jumlah limbah abu batubara yang menimbun di Indonesia. Doktor lulusan Jepang ini mengungkapkan 48 persen listrik di Indonesia menggunakan batubara, dan hal ini menghasilkan banyak abu batu bara atau yang biasa disebut fly ash.

Fly ash ini merupakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. “Untuk itulah limbah batubara perlu diolah lagi menjadi produk lain. Selain untuk melindungi lingkungan, juga sebagai sumber pendapatan masyarakat apabila berhasil dikomersilkan,” jelasnya.

Solusi yang ditawarkan Yani adalah dengan memanfaatkan fly ash menjadi bahan bangunan, yakni membuat geopav, salah satu produk geopolimer yang memanfaatkan limbah batubara menjadi paving. Caranya adalah dengan mencampurkan abu batubara, cairan alkali dan agregat dengan takaran tertentu. “Cara membuatnya juga tidak beda dengan paving pada umumnya, sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus,” sambung perempuan yang sempat dibesarkan di Papua.

Hasil dari penelitiannya ternyata memuaskan. Jika paving dengan bahan konvensional bisa mencapai kekuatan 500 kg/cm2 dalam waktu 28 hari, geopav buatannya bisa mencapai kekuatan itu hanya dalam waktu lima hari.

Menurutnya hal ini sangat menguntungkan, karena geopav dari limbah batubaranya jauh lebih kuat dari paving biasa. Untuk itulah sejak tahun 2005 lalu Yani tidak hanya fokus mengembangkan geopav miliknya, namun juga berusaha agar warga dapat membuat usaha geopav untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Menurut Yani, bisnis geopav ini sangat potensial. Hal ini karena paving selalu dibutuhkan dalam proses pembangunan, apalagi pembangunan bangunan di pantai atau laut yang selalu terancam abrasi. “Misalnya saja PLTU, bangunan PLTU sangat membutuhkan material bangunan yang kuat karena letaknya di lepas pantai. Untuk itulah PLTU akan selalu membutuhkan geopav yang menawarkan kekuatan lebih,” paaparnya.

Kesabaran dan dedikasinya sejak tahun 2005 lalu kini akhirnya terbayar, karena Yani berhasil menjadi jawara Adibarata. Padahal saingan Yani tidak main-main, banyak dari saingan Yani yang sudah merupakan professor. Namun Yani berhasil meraih juara 1 utk penghargaan Adibrata tersebut. “Untuk itu saya bersyukur dan terus berusaha mengembangkan riset saya untuk ke depannya,” pungkasnya. (HUMAS ITS)

Sumber : http://www.ristekdikti.go.id/