Menristekdikti batal umumkan dosen terkait HTI

Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan bahwa jumlah dosen yang terkait HTI "tidak begitu signifikan".Menristekdikti Mohamad Nasir 

26 Juli 2017

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengurungkan niat untuk membeberkan data dosen yang terkait Hizbut Tahrir Indonesia dan menyerahkan penindakannya kepada rektor masing-masing kampus.

“Kami tidak bisa menyebut berapa total, tetapi ada, hampir ada di masing-masing perguruan tinggi,” kata Mohamad Nasir di Kemenristekdikti, Rabu (26/07).

Menteri Nasir juga menyebut jumlah para dosen yang terkait HTI “tidak begitu signifikan”.

“Kalau jumlahnya sedikit tapi suaranya nyaring kan kelihatan besar. Seolah-olah begitu,” ia menambahkan.

Sebelumnya, Nasir dilaporkan akan mengumumkan data dosen dan pegawai kampus yang berafiliasi dengan HTI, organisasi yang telah dilarang pemerintah.

“Belumlah (diketahui jumlahnya), baru saya lakukan, nanti akan saya umumkan tanggal 26 (Juli 2017),” ujarnya di Istana Negara pada Senin (24/7), seperti dilaporkan media.

Diserahkan ke rektor

Namun pada hari ini Menteri Nasir mengatakan bahwa para rektor perguruan tinggi negeri telah memiliki data tentang dosen dan pegawai kampus yang terkait organisasi anti-Pancasila dan anti-NKRI. Ia pun memberi tanggung jawab kepada para rektor untuk bertindak sesuai kewenangan masing-masing.

“Tinggal mereka melakukan sesuai kewenangan yang diberikan, yaitu (memberikan) sanksi administrasi yang melibatkan pemeriksaan, peringatan, teguran,” tuturnya kepada wartawan.

Tindakan pemberian sanksi administrasi berdasarkan UU no. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, UU no. 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, UU no. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pp 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai.

“Intinya adalah semua pegawai pemerintah harus setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, UUd ’45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kalau ada sebagian warga negara yang (berprofesi) sebagai dosen atau pegawai di Kemenristekdikti, dia tidak setia pada empat pilar negara itu berarti mereka melawan hukum.”

Nasir juga mengingatkan para rektor agar melakukan pendekatan persuasif pada dosen atau pegawai kampus yang terlibat semua organisasi yang “menyeleweng terhadap Pancasila”, termasuk HTI.

“(Supaya) mereka kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945,” tuturnya.

htiHak atas foto YAYA ULYA
Sejumlah dosen di Universitas Gadjah Mada, UGM, diketahui menjadi anggota aktif HTI.

Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan telah menginstruksikan bawahannya untuk hati-hati dalam menindak PNS berafiliasi dengan organisasi yang dianggap anti Pancasila dan anti NKRI.

“Ukuran simpatisan, ukuran pengikut, ukuran fungsionaris, pengurus, maupun kader Ormas itu kan harus dibedakan dengan baik,” tuturnya kepada wartawan.

Perebutan jabatan

Ia menambahkan bahwa PNS yang ketahuan berafiliasi dengan organisasi terlarang itu akan mendapat teguran, sanksi disiplin, bahkan pemberhentian. Namun langkah terakhir ini dilakukan dengan hati-hati, supaya tidak dimanfaatkan oleh PNS untuk perebutan jabatan.

Oleh karena itu, Tjahjo menegaskan bahwa penindakan harus berdasarkan data yang kuat.

“Ada foto, ada rekamannya. Enggak bisa (sekadar) ‘katanya’,” tandasnya.

Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan belum mendapat laporan tentang keberadaan dosen di lingkungan perguruan tinggi keagamaan di bawah Kementerian Agama yang diindikasikan memiliki faham-faham yang tidak sejalan dengan ideologi negara.

“Sejauh ini kita belum menerima laporan itu, tapi kalaulah ada tentu kita akan melakukan pendekatan secara lebih intensif untuk kemudian berdialog dengan yang bersangkutan,” kata Lukman.

hti
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia merupakan salah-satu sasaran perekrutan dan penyebaran nilai-nilai yang dianut HTI.

Terkait anggapan bahwa kampus menjadi lahan penyebaran ideologi HTI, Sekretaris Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Suhandono menyatakan hal itu tidak terjadi di kampusnya.

“Itu yang HTI-HTI itu orang luar, tidak ada HTI cabang ITB. Kita sudah pastikan itu. Yang terjadi itu adalah HTI yang mengaku-ngaku cabang ITB. Karena mungkin mereka alumni ITB, di luar gabung dengan kelompok-kelompok mereka lalu mengklaim.

“Kalau memang ada, katakan yang mana. Nanti kita klarifikasi,” kata Sony kepada BBC Indonesia.

Sedangkan Albert Roring dari Direktorat Kemahasiswaan Universitas Indonesia mengatakan tidak bisa menjamin bahwa seluruh mahasiswa di kampusnya bebas dari paham radikalisme.

“Bisa aja salah satu mahasiswa yang masuk… Kan kita tidak tahu ya selama 12 tahun itu dari SD sampai SMA itu dari mana kan … yang repot, kalau dia sudah dibina dari luar,” tutur Albert.

Akan tetapi, Albert menjamin bahwa program di UI selalu mengarah pada keindonesiaan. Salah satu cara mencegah para mahasiswa terlibat kegiatan radikal, kata Albert, ialah menyibukkan mereka dengan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler.

“(Pada dasarnya) mereka sudah sibuk dengan kuliah masing-masing… Yang repot kan kalau kalau kuliahnya mungkin banyak waktu kosong dan dimasuki oleh paham-paham yang tidak baik, biasanya prestasinya turun atau jarang masuk kuliah.”

Sumber: http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40728821