Inilah Perppu No. 2/2017 tentang Perubahan UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan

Oleh: Humas Setkab ; Diposkan pada: 12 Jul 2017

Download:
http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2017/07/Perpu_Nomor_2_Tahun_2017.pdf

Dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif, Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam Perppu ini (Perpu_Nomor_2_Tahun_2017) ditegaskan, bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Perppu ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambat yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.

Selain itu dalam Perppu ini ditegaskan, bahwa Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyelahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggung ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ormas juga dilarang melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NKRI, dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

“Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana,” bunyi Pasal 60 Perppu ini.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut Perppu ini, terdiri atas: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian kegiatan; dan/atau c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud, dalam Perppu ini dijelaskan, diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, Menteri (Mendagri, red) dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.

“Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum,” bunyi Pasal 62 ayat (2) Perppu ini.

Pencabtan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud, menurut Pasal 80A, sekaligus diyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

Perppu ini juga menegaskan, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d, yaitu melakukan tindakan kekerasan, mengganggung ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,  dipidana dengan penjara pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Selain itu, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud melanggar Pasal 59 ayat (3) huruf a, dan huruf b, yaitu dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyelahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; dan ayat (4) yatu melakukan kegiatan sparatis yang mencancam NKRI dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, menurut Perppu ini, dipidana dengan pidana penjuru seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Ditegaskan dalam Pasal 83A, pada saat Perppu ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu ini.

“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Perppu Nomor 2 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 10 Juli 2017 itu. (Pusdatin/ES)

Add :

APA ITU PERPPU?

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang.

Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. DPR dapat menerima atau menolak Perpu.

Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut. [sumber: GR / pi]