Dunia Pendidikan Berduka

Tiga Mahasiswa UII Tewas Setelah Pendidikan Dasar Pencinta Alam

20170125_141305
Syaits Asyam (sebelah kiri) dan Galih Ramadhan (foto arsip KBS Tahun 2014)

Innalillahi Wainna Ilaihi Raji’un

25 Januari 2017

YOGYAKARTA,KOMPAS — Tragedi di dunia pendidikan kembali terulang. Tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, meninggal setelah mengikuti pendidikan dasar organisasi pencinta alam kampus. Manajemen UII mengakui adanya kekerasan terhadap para peserta kegiatan.

Korban meninggal paling akhir adalah Ilham Nurfadmi Listia Adi (20), mahasiswa Fakultas Hukum UII angkatan 2015. Ilham meninggal di Rumah Sakit (RS) Bethesda, Yogyakarta, Senin (23/1), pukul 23.20. Ilham merupakan satu dari 37 peserta kegiatan pendidikan dasar bertajuk ”The Great Camping” yang diadakan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Unisi, organisasi pencinta alam di UII.

Selain Ilham, mereka yang meninggal adalah Muhammad Fadhli (20), mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2015, dan Syaits Asyam (19), mahasiswa Teknik Industri angkatan 2015. Fadhli meninggal pada Jumat (20/1) saat dalam perjalanan menuju RSUD Karanganyar. Sementara Asyam meninggal pada Sabtu (21/1) sesudah sempat dirawat di RS Bethesda.

Acara tahunan itu dilaksanakan pada 13-20 Januari 2017 di lereng selatan Gunung Lawu, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Sudah ada luka

Kepala Bagian Humas dan Marketing RS Bethesda Nur Sukawati menjelaskan, Ilham masuk ke rumah sakit pada Senin pukul 09.39. Saat dibawa ke RS Bethesda, Ilham terlihat pucat dan ada luka di dagu, kaki, dan tangan. Kuku jempol kaki kanannya juga hampir copot.

”Sekitar pukul 15.00, Ilham mengalami berak darah segar, dan sekitar satu jam kemudian mengalami berak darah hitam. Ia juga dideteksi mengalami trauma abdomen atau cedera di sekitar perut,” ujar Nur, kemarin, di Yogyakarta.

Meski telah mendapat transfusi darah, kondisi Ilham terus menurun. Ia akhirnya dibawa ke ruang Intensive Care Unit (ICU) pada pukul 19.30. Tekanan darah Ilham juga turun, hanya 80/40. ”Kondisi pasien menurun terus dan meninggal pada pukul 23.20,” ujar Nur.

content

Sementara itu, Syaits Asyam mengalami sesak napas dan patah tulang di bagian tangan, kaki, pantat, dan punggung. Beberapa saat sesudah masuk ke RS Bethesda, Sabtu (21/1) pagi, Asyam sudah kesulitan berbicara, yang menandakan kesadarannya mulai menurun.

”Pasien meninggal hari Sabtu pukul 14.45 karena pneumonia (radang paru-paru) dan gagal napas,” kata Nur.

Ayah Ilham, Syafii (58), mengatakan, sebelum Ilham meninggal, dirinya sempat berbicara dengan sang anak lewat telepon. Dalam pembicaraan itu, Ilham mengaku dianiaya saat mengikuti ”The Great Camping”. ”Ia mengaku dipukuli, tetapi saya enggak tahu bagian tubuh mana saja yang dipukuli,” katanya.

Sebelum dibawa ke rumah sakit, Ilham juga sempat pingsan di tempat kosnya. Keluarga telah memberi izin agar jenazah Ilham diotopsi di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, untuk mencari tahu penyebab meninggalnya. Kasus ini juga telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah DI Yogyakarta.

Ibunda Syaits Asyam, Sri Handayani (46), mengatakan, sebelum putranya meninggal, dirinya sempat bertanya apa yang terjadi pada Asyam. Saat itu, Asyam mengaku disabet memakai rotan sebanyak 10 kali dan diinjak. Asyam juga mengeluhkan sakit di bagian leher. Saat itu, Asyam sempat memberi tahu nama orang yang melakukan penganiayaan.

Asyam merupakan pemuda yang berprestasi karena pernah memenangi sejumlah lomba saat masih SMA. Saat masih bersekolah di SMA Kesatuan Bangsa, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Asyam pernah meraih Medali Emas Bidang Kimia di Indonesian Science Project Olympiad Tahun 2014 di Jakarta, Medali Emas Bidang Kimia di International Science Project Olympiad Tahun 2014 di Jakarta, dan Medali Emas Bidang Kimia di International Environment Sustainability Project Olympiad Tahun 2014 di Belanda.

Karena prestasinya, Asyam bahkan pernah diundang ke Istana Kepresidenan, Jakarta, oleh Presiden Joko Widodo.

Terpukul

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyesalkan tindak kekerasan fisik dan nonfisik yang masih terjadi di kampus, apalagi dari senior kepada yunior. Pimpinan perguruan tinggi harus bertanggung jawab untuk memastikan agar tercipta suasana akademik yang baik di kampus, termasuk jauh dari praktik kekerasan.

Guru Besar Fakultas Hukum UII Mahfud MD merasa terpukul dengan tragedi tersebut. Menurut Mahfud, tragedi ini telah mencoreng nama baik organisasi Mapala Unisi yang puluhan tahun dikenal aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.

”Polisi dan pihak universitas harus menindak tegas penanggung jawab acara tersebut. Kejadian ini selain telah memberi citra buruk bagi organisasi mapala di UII, juga telah mencoreng dunia pendidikan,” ujar Mahfud, yang dihubungi dari Yogyakarta, Selasa malam.

Rektor UII Harsoyo mengatakan, berdasarkan temuan tim investigasi yang dibentuk UII, memang ada kekerasan pada kegiatan ”The Great Camping”. Salah satu bentuk kekerasan yang sudah diketahui adalah pemukulan menggunakan ranting pohon. Adapun pelaku kekerasan itu masih diselidiki. ”UII terus melakukan pendalaman untuk mengetahui secara lebih detail kekerasan yang terjadi,” katanya.

Kemarin, para peserta ”The Great Camping” diperiksa kesehatannya di RS Jogja International Hospital (JIH) untuk memastikan bahwa mereka benar-benar sehat. Dari 34 mahasiswa yang menjalani pemeriksaan, ada 5 orang yang harus dirawat inap untuk diobservasi kondisinya.

Sementara itu, penyidik Kepolisian Resor Karanganyar memeriksa 11 saksi kasus dugaan kekerasan terhadap peserta kegiatan pendidikan dasar tersebut. Polisi segera melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka.

”Dalam 1-2 hari ini setelah pemeriksaan saksi, kami akan melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka,” ujar Kepala Kepolisian Resor Karanganyar Ajun Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak di Karanganyar. (DIM/RWN/HRS)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Januari 2017, di halaman 1 dengan judul “Dunia Pendidikan Berduka”.