Pascasarjana Ditertibkan

Perguruan Tinggi Wajib Menjaga Kualitas Pendidikan S-1 hingga S-3

IMG_1801-2-kcl-600x360

21 Januari 2017

JAKARTA, KOMPAS — Program pascasarjana, baik magister, doktor, maupun doktor terapan, diberi waktu hingga 21 Desember 2017 untuk menyesuaikan diri dengan standar yang diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, program pascasarjana dapat benar-benar berkontribusi pada ilmu pengetahuan.

Direktur Penjaminan Mutu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Aris Junaidi di Jakarta, Jumat (19/1), mengatakan, pengawasan standar pendidikan pascasarjana selama ini masih terabaikan. Akibatnya, muncul kesan bahwa mendapatkan program S-2 dan S-3 mudah karena tidak ada pengawasan yang ketat.

“Dengan dikeluarkannya standar nasional pendidikan tinggi (SNPT) yang ditetapkan dalam Permenristekdikti No 44/2015, waktu penyesuaian masih diberikan hingga Desember 2017,” kata Aris.

Menurut dia, Kemristek dan Dikti mendorong perguruan tinggi untuk mengaudit mutu secara internal tiap tahun lewat sistem penjaminan mutu internal. “Nanti kami mengawasinya juga. Audit mutu eksternal dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional PT setelah lima tahun,” ungkap Aris.

Menurut dia, sesuai ketentuan, promotor utama untuk jenjang S-1 hingga S-3 ditetapkan membimbing maksimal 10 mahasiswa. Untuk promotor di jenjang S-3, dalam lima tahun terakhir dia harus aktif sebagai peneliti dan minimal menerbitkan satu publikasi internasional.

“Promotor untuk calon doktor perlu diperkuat dalam hal riset karena lulusan magister dan doktor memiliki kewajiban memublikasikan makalah atau karya ilmiah penelitian,” kata Aris.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek dan Dikti Intan Ahmad dalam surat edaran mengenai implementasi SNPT pada program magister, doktor, dan doktor terapan, Desember 2016, menyebutkan, evaluasi lebih mendalam penerapan SNPT dalam program pascasarjana difokuskan pada penerapan sistem satuan kredit semester, lama masa studi, kualifikasi pembimbing dan promotor, jumlah bimbingan atau disertasi per dosen pembimbing, serta publikasi. Surat edaran ini ditujukan kepada pimpinan PTN, Kopertis I-XIV, serta perguruan tinggi di kementerian/lembaga lain.

Bagi mahasiswa program magister, mereka wajib menerbitkan makalah/karya ilmiah penelitian di jurnal ilmiah terakreditasi atau diterima di jurnal internasional. Adapun mahasiswa program doktor harus menerbitkan makalah di jurnal internasional yang bereputasi.

Mahasiswa doktor terapan diwajibkan memublikasikan makalah di jurnal nasional terakreditasi atau diterima di jurnal nasional. Bisa pula karya mereka dipresentasikan atau dipamerkan dalam forum internasional.

Tak penuhi standar

Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, Edy Suandi Hamid, yang juga guru besar ekonomi di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, mengatakan, lulusan pascasarjana harus terstandar supaya tidak abal-abal. Karya riset lulusan S-1, S-2, dan S-3 perlu memenuhi standar sesuai jenjang kompetensi dan pengetahuannya.

“Tak menutupi kenyataan bahwa ada anggapan skripsi mahasiswa S-1 justru lebih baik daripada karya mahasiswa pascasarjana, termasuk doktor. Hal ini bisa terjadi karena komitmen pada mutu belum ada,” ujar Edy.

Menurut dia, kebijakan untuk menjamin pendidikan pascasarjana yang berkualitas, termasuk lewat kewajiban publikasi ilmiah di jurnal nasional dan internasional, bisa memacu perbaikan penyelenggaraan pendidikan pascasarjana PTN dan PTS.

Edy mengatakan, selama ini ada masalah dalam pembimbingan calon doktor. Ada profesor yang membimbing mahasiswa dalam jumlah besar sehingga bimbingan tidak berlangsung intensif. Riset yang dihasilkan pun jauh dari berkualitas.

Ada pula praktik penyelenggaraan doktor yang instan. Gelar diraih dalam waktu singkat dengan disertasi yang ternyata hasil plagiat. (ELN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Januari 2017, di halaman 11 dengan judul “Pascasarjana Ditertibkan”.