Ribuan Dosen Tidak Lulus Sertifikasi karena Plagiat

Jumat, 15 Juli 2016 | 10:00

Jakarta – Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Ali Ghufron Mukti mengatakan, tahun ini, pemerintah menyediakan 10.000 kuota untuk sertifikasi dosen (Serdos). Namun setelah melakukan seleksi tahap pertama, dari 6.000 yang terjaring hanya 4.000 yang lolos.

Ghufron menyebutkan, 2.000 dosen yang tidak lulus serdos, karena adanya hambatan administrasi. Mereka tidak membuat analisis kemampuan diri sesuai kenyataan. “Mereka rata-rata melakukan copy paste dari dosen lain. Padahal analisis diri berisi tentang deskripsi diri yang berisikan pengelaman diri sebagai dosen yang dituangkan dalam tulisan yang kemudian dinilai oleh asesor internal sebanyak 24 items,” kata Ghufron pada Diskusi bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik), di Gedung Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemeristekdikti), Jakarta, Kamis, (14/7).

Dia menjelaskan, serdos sudah memiliki software khusus untuk memeriksa keabsahan penulisan deskripsi diri yang diajukan dosen dan ditemukan banyak yang jiplak. Untuk itu, pemerintah kembali adakan sertifikasi gelombang dua pada Agustus 2016.

Bagi dosen yang belum melengkapi kelengkapan gelombang pertama otomaits dapat kembali mengikuti sertifikasi pada gelombang ke dua ini. Namun bagi yang gagal dalam penilaian sebelumnya tidak berhak diikutsertakan di gelombang kedua. Mereka harus menunggu sertifikasi tahun berikutnya. Keterangan lebih lanjut mengenai serdos dapat di akses pada laman serdos.dikti.go.id.

Pendapat senada juga disampaikan, Kasubdit Karir Pendidik Ditjen SDID, Sugeng Winarno juga mengatakan, penjiplakan karya ini dideteksi sebanyak 20% dari dosen yang berada dalam satu kelompok mandiri. Panitia menemukan kemiripan dalam penulisan deskripsi kemampuan dirinya.

Sugeng juga menuturkan, sebgai langkah menghindari kecurangan, perguruan tinggi yang menyelenggarakan ujian serdos, tidak diperkenankan mengadakan ujian serdos kepada dosen yang berada di bawah naungan PT tersebut.

Semntara itu, untuk besaran tunjangan serdos. Sugeng menyebutkan tunjangan serdos diterima akan diterima tiga bulan sekali tergantung pada perguruan tinggi negeri (PTN) atau Kopertis di wilayahnya masing-masing. Pasalnya, serdos diberikan tidak hanya untuk dosen di perguruan tinggi negeri (PTN), tetapi juga dosen di perguruan tinggi swasta(PTS).

Suara Pembaruan
Maria Fatima Bona/FMB

Baca juga :

Ketahuan Plagiat dalam DD Serdos Langsung Dinyatakan Gagal

Jumat, 15 Juli 2016 00:30

JAKARTA (SK) – Mulai Agustus tahun ini, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) akan melakukan proses sertifikasi dosen. Diingatkan agar para dosen tak melakukan plagiarisme dalam membuat deskripsi diri.

“Pengalaman sebelumnya, banyak dosen yang melakukan “copy and paste” dalam membuat deksripsi diri. Kami tidak mentoleransi tindakan curang tersebut,” kata Dirjen Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi, Kemristekdikti, Ali Ghugron Mukhti, di Jakarta, Kamis (14/7).

Ali Ghufron menjelaskan, pihaknya memiliki perangkat lunak (software) yang bisa mendeteksi kecurangan itu. Software tersebut sudah diberikan kepada perguruan tinggi dan kopertis (koordinator perguruan tinggi swasta) guna melacak tindakan plagiarisme itu.

“Begitu ketahuan berbuat curang, maka nama dosen itu langsung didrop. Tidak diproses lebih lanjut,” ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu.

Ia mengemukakan, tahun ini tersedia kuota sertifikasi bagi 10 ribu dosen. Seleksi tahap pertama telah dilakukan pada awal 2016 lalu, kini dibuka gelombang kedua.

“Proses seleksi pertama baru terpenuhi 4 ribu dosen. Kami harap sisanya bisa dipenuhi pada gelombang kedua ini,” kata mantan Wakil Menteri Kesehatan itu.

Biaya sertifikasi untuk 10 ribu dosen pada tahun ini, dikatakan Ali Gufron, telah disiapkan pemerintah sebesar Rp10 miliar.

Sertifikasi dosen mengacu pada UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dosen yang sudah disertifikasi akan mendapat tunjangan profesi senilai satu kali gaji pokok.

“Dari 280 ribu dosen yang ada perguruan tinggi negeri dan swasta, baru 46 persen yang telah mendapat sertifikasi. Sisanya akan dilakukan secara bertahap,” ujarnya.

Menurut Ali Ghufron, masih banyaknya dosen yang belum mendapat sertifikasi karena beberapa hal. Disebutkan, antara lain, masih ada sekitar 51 ribu dosen yang berlatar belakang pendidikan sarjana (S1).

“Salah satu syarat untuk mendapat sertifikasi, pendidikan dosen minimal S2. Selain itu, banyak dosen yang berbuat curang dalam mengisi deskripsi diri, sehingga tak layak dapat sertifikasi,” katanya.

Padahal, lanjut Ali Ghufron, pembuatan deskripsi sebenarnya bukan sesuatu yang sulit. Karena hal itu berkaitan dengan biodata diri dan prestasi yang diperoleh selama menjabat sebagai dosen.

“Namun sayangnya, mereka mau mudahnya saja. Deskripsi seseorang yang lolos sertifikasi langsung di “copy and paste” hingga ke titik dan koma. Kalau seperti itu kan sudah tidak benar,” kata Ali Ghufron menandaskan. (tri)