Hujan abu vulkanik Gunung Kelud yang melanda Yogyakarta pada 2014 mengubah hidup Tirta Mandira Hudhi. Saat itu, ketika pulang ke rumah kos, ia mendapati banyak barang terpapar abu vulkanik, termasuk beberapa sepatunya. Berbekal keterampilan dan peralatan seadanya, Tirta membersihkan sepatu-sepatu itu. Ternyata, peristiwa tersebut membuka jalan baginya untuk menjadi “dokter sepatu”.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Ketika melihat Tirta (25) mampu membersihkan sepatu dari guyuran abu vulkanik, teman-teman satu kosnya meminta dia membersihkan sepatu mereka. Lewat media sosial, jasa pembersihan sepatu Tirta kemudian tersebar sehingga makin banyak orang tertarik. Sepasang demi sepasang sepatu pun berdatangan ke rumah kos Tirta untuk dibersihkan.
“Hujan abu vulkanik Gunung Kelud itu membuahkan rezeki bagi saya. Peristiwa tersebut benar-benar mengubah segalanya dalam usaha (jasa pembersihan sepatu) saya,” kata Tirta saat ditemui, Selasa (31/5), di Yogyakarta.
Usaha pembersih dan perawatan sepatu milik Tirta, yang diberi nama Shoes and Care, sebenarnya bermula dari usaha lain yang ia rintis sebelumnya, tetapi gagal. Sekitar tahun 2010-2011, Tirta yang kuliah sebagai mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mencoba bisnis penjualan sepatu. Namun, usaha itu bangkrut.
Sekitar setahun setelah kegagalan tersebut, Tirta mengumpulkan sepatu-sepatu yang belum terjual. Ia lalu membersihkan sepatu-sepatu tersebut dan kemudian menjualnya lagi. Proses itulah yang mendorong dia untuk mencoba membuka usaha pembersihan sepatu.
“Saya membeli cairan pembersih sepatu buatan Amerika Serikat dengan modal Rp 400.000,” ujarnya.
Pada 12 Oktober 2013, Tirta mulai menawarkan jasa pembersihan dan perawatan sepatu dengan nama Shoes and Care melalui forum internet Kaskus. Pada masa itu, usaha pembersihan atau pencucian sepatu masih jarang di Indonesia. Sesudah itu, Tirta mulai menerima permintaan jasa membersihkan sepatu. Pada masa-masa tersebut, dia biasa menerima permintaan membersihkan 20 sampai 30 pasang sepatu per bulan.
“Penghasilan saya waktu itu sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta tiap bulan. Cukup untuk menambah uang saku saya sebagai mahasiswa,” kata pria yang resmi menjadi dokter pada April 2015 lalu itu.
Berkembang
Usaha Tirta berkembang pesat ketika abu vulkanik Gunung Kelud menerpa Yogyakarta. Saat itu, dia juga mulai mempromosikan Shoes and Care melalui internet, baik melalui situs web , Facebook, Instagram, maupun Twitter.
“Sejak itu, banyak orang luar Yogyakarta yang memakai jasa saya dengan mengirimkan sepatu mereka,” ungkapnya.
Penghasilan Tirta pun segera bertambah menjadi Rp 8 juta-Rp 10 juta. Padahal, waktu itu, ia hanya mengandalkan promosi melalui internet, sementara pembersihan dilakukan di rumah kos.
Pada September 2014, bermodal pendapatan yang disisihkannya, Tirta membuka gerai pertama Shoes and Care di sekitar Alun-alun Selatan Kota Yogyakarta. Acara itu dimeriahkan dengan acara Jogja Free Wash yang memungkinkan warga dicucikan sepatunya secara gratis. Ternyata, sambutannya cukup antusias sehingga Shoes and Care kian dikenal.
“Tiga bulan sesudah pembukaan gerai itu, kami langsung balik modal,” papar Tirta yang belajar teknik pembersihan sepatu secara otodidak.
Setelah gerai pertama, Tirta terus menambah gerai lagi. Hingga sekarang, Shoes and Care sudah memiliki 20 gerai, sebanyak 75 persennya merupakan milik Tirta. Sisanya dibuka melalui kemitraan dengan pihak lain. Shoes and Care kini bisa ditemui di Jakarta, Bandung, Solo, Tangerang, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, dan Depok. Belakangan, bahkan ada juga gerai di Singapura.
“Kami juga sering mendapat pelanggan dari luar negeri, misalnya dari Belanda, Australia, Hongkong, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Sekali kirim, mereka bisa mengirim empat atau lima pasang sepatu sekaligus. Jujur saja, ongkos pengiriman sepatu dari luar negeri lebih mahal daripada ongkos jasa kami,” ungkap Tirta yang kini sedang magang sebagai dokter muda di Rumah Sakit UGM.
Shoes and Care kini menawarkan beberapa jenis jasa “penyembuhan” sepatu, yakni pembersihan, pewarnaan ulang, serta perbaikan sepatu. Usaha itu juga menawarkan jasa perawatan tas, topi, ikat pinggang, dan dompet. Ongkos perawatan berbeda-beda, mulai dari Rp 30.000 untuk pembersihan sepatu secara cepat.
Yang menarik, keberhasilan Shoes and Care telah merangsang munculnya jasa pembersihan sepatu lain. Di Yogyakarta saat ini, kata Tirta, ada 42 jasa pembersihan sepatu dan sembilan di antaranya memiliki gerai.
Rendah hati
Dulu, saat memulai usaha, Tirta hanya ingin mendapat penghasilan untuk membeli buku-buku mata kuliah yang harganya mahal. Ia memang tak ingin terus merepotkan orangtuanya. Kini, meski Shoes and Care terus membesar, Tirta tetap rendah hati dan menyebut usahanya sebagai “usaha kecil dan menengah”.
Dalam menjalankan usaha, Tirta tak hanya memikirkan keuntungan sehingga pengembangan usaha tersebut juga diwarnai nilai-nilai kebaikan. Itulah kenapa Tirta memilih merekrut lulusan SMP atau SMA sebagai anggota tim (ia menolak menyebut orang-orang yang membantunya itu sebagai pegawai atau karyawan). Di gerai Shoes and Care Jakarta, sebagian anggota tim itu bahkan dulunya merupakan anak jalanan.
“Dari 82 orang yang bekerja di Shoes and Care, ada beberapa yang dulunya anak jalanan. Saya memang ingin membantu orang-orang yang susah mendapat pekerjaan,” ujarnya.
Rezeki tukang sol
Beberapa bulan sekali, Shoes and Care juga mengadakan acara berbagi ke panti asuhan di sejumlah kota. Niat berbagi itu pula yang membuat Tirta tak mau menerima permintaan memperbaiki sepatu dengan cara menjahit. “Kami hanya mau memperbaiki dengan mengelem karena tak ingin mengurangi rezeki tukang sol sepatu,” ungkapnya.
Nilai kebaikan tersebut juga tecermin dari kerja sama Tirta dengan produsen cairan pembersih sepatu merek Andrrows yang diproduksi oleh pemuda asal Indonesia. Kini, Andrrows menjadi cairan pembersih yang dipakai di gerai-gerai Shoes and Care. Selain tentu disertai kalkulasi bisnis, kerja sama Shoes and Care dan Andrrows juga bertujuan agar usaha asli Indonesia bisa berkembang bersama.
Ke depan, selain mengembangkan Shoes and Care, Tirta juga tetap ingin menjadi dokter. Baginya, dua profesi tersebut tak bertentangan, tetapi justru saling mengisi. “Saya tidak ingin fokus cari uang dari profesi dokter karena sebagai dokter, saya ingin fokus menolong orang. Makanya saya cari uang dari tempat lain,” tuturnya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juni 2016, di halaman 16 dengan judul “Dokter “Penyembuh” Sepatu”.
TIRTA MANDIRA HUDHI
Lahir:Solo, 30 Juli 1991
Pekerjaan:Dokter dan pemilik Shoes and Care
Pendidikan:
SD Kanisius, Solo
SMP Pangudi Luhur, Solo
SMA Regina Pacis, Solo
Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
Keluarga:
Istri: Medisca Rhoza (25)
Ayah: Sutarjo (58)
Ibu: Yohana Slamet (58)