Tenaga Medis Rawan Gugatan

Pemahaman Masyarakat tentang Malapraktik Perlu Ditingkatkan

23 Mei 2016

JAKARTA, KOMPAS — Praktik dokter dan profesi medis lainnya rawan terhadap gugatan. Itu karena praktik medis penuh risiko terkait keselamatan pasien. Apalagi kesadaran warga tentang layanan kesehatan bermutu meningkat. Karena itu, profesi medis perlu perlindungan hukum.

Menurut Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) periode 2011-2016 Prof Ali Baziad, profesi dokter rawan terhadap gugatan. Itu terjadi seiring tumbuhnya kesadaran warga terhadap layanan kesehatan bermutu dan warga kian paham bahwa pengaduan pelanggaran disiplin dokter bisa disampaikan kepada MKDKI.

”Masyarakat memilih mengadukan kasus disiplin dokter ke MKDKI sebab jika menempuh jalur hukum, biasanya lama, perlu pengacara, dan harus menyiapkan uang,” ucap Ali.

Namun, dua bulan terakhir ini semua kasus yang masuk ke MKDKI tak bisa diproses. Itu karena masa jabatan MKDKI periode 2011-2016 habis pada 7 April 2016, sedangkan MKDKI baru belum dibentuk. Padahal, kasus yang diadukan ke majelis itu meningkat. Dalam lima bulan terakhir, 38 kasus masuk ke MKDKI.

Jika MKDKI yang baru belum terbentuk dan pengaduan masyarakat terus masuk, pengaduan itu tak bisa diproses. Selain itu, warga bisa mengadukan kasus dugaan pelanggaran disiplin lewat jalur hukum. Itu berpotensi merugikan dokter. ”Kehadiran MKDKI memberi kepastian hukum bagi dokter,” ujar Ali.

Sanksi bagi dokter

Setiap tahun, MKDKI menerima 40-60 pengaduan warga per tahun, 45 persennya ada pelanggaran disiplin. Pada 2006 sampai Maret 2016, MKDKI menerima 354 kasus, 104 kasus di antaranya ada pelanggaran dan dikenai sanksi berupa pencabutan surat tanda registrasi atau STR (52 persen), peringatan tertulis (42 persen), dan kembali menjalani edukasi (6 persen).

content

Pihak MKDKI memeriksa apa dokter yang diadukan pelapor bertindak medis sesuai prosedur operasional standar. Jika ada pelanggaran disiplin, sanksi bagi dokter terlapor, yakni pencabutan STR 1 bulan sampai 1 tahun.

Namun, banyak warga tak memahami putusan MKDKI atas satu kasus. Misalnya, ada keluarga pasien mengadukan dokter karena anggota keluarga mereka meninggal setelah berobat ke dokter itu. Setelah kasus diperiksa MKDKI, dokter terlapor dinyatakan tak bersalah karena bertindak sesuai standar profesi.

Menurut Ketua Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada Ari Hernawan dalam seminar ”Perlindungan Hukum pada Tenaga Kesehatan Hewan dan Manusia”, Sabtu (21/5), di Bandar Lampung, tenaga medis rentan gugatan. Mereka meliputi dokter, dokter hewan, bidan, perawat, dan apoteker.

”Karena banyak tudingan malapraktik, perlu perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Kerja tenaga kesehatan terkait nyawa manusia dan rentan dituding bersalah saat gagal menyelamatkan pasien,” ujarnya.

Banyak warga kurang paham kualifikasi malapraktik sehingga mudah menuduh malapraktik. Di sisi lain, tenaga medis perlu paham hukum demi mengantisipasi gugatan malapraktik. ”Perawatan berujung kematian pasien tak bisa langsung dianggap malapraktik,” ujarnya.

Ketua Konsentrasi Hukum Kesehatan Magister Hukum Universitas Lampung Fakih menambahkan, perlu proteksi hukum bagi tenaga medis yang melayani kesehatan sesuai standar profesi, prosedur operasional standar, dan persetujuan tindakan medik. ”Perlindungan hukum tak bisa didapat tenaga medis yang tak memenuhi standar,” ujarnya.

Persetujuan Pasien dan Keluarga Pasien

Ketua Konsentrasi Hukum Kesehatan Magister Hukum Universitas Lampung Fakih juga menyatakan, semua tindakan medik seharusnya dilakukan dengan persetujuan keluarga pasien dan pasien. ”Tenaga medis harus memberi informasi segala tindakan medik. Perlindungan hukum tak bisa didapatkan tenaga medis yang tidak memenuhi standardisasi itu,” ujarnya.

Ketua Dewan Penasihat dan Majelis Kehormatan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Wiwiek Bagja memaparkan, hampir tiap tahun ada gugatan yang dilayangkan pemilik hewan terhadap dokter hewan. Karena itu, Wiwiek berharap ada tim konsultan hukum kesehatan bagi tenaga kesehatan hewan dan manusia. Tim itu dapat membantu tenaga kesehatan saat harus berhadapan dengan hukum.

Data Konsil Kedokteran Indonesia menyebut ada 317 kasus dugaan malapraktik yang dilaporkan masyarakat. Dari 317 kasus tersebut, 114 kasus di antaranya dugaan malapraktik yang dilakukan dokter umum, 76 kasus dilakukanbedah, 56 kasus dilakukan dokter spesialis kandungan, dan 27 kasus dilakukan dokter anak.

Seminar nasional yang diadakan Keluarga Alumni Gadjah Mada Lampung itu merupakan rangkaian kegiatan untuk merayakan dies natalis Civita Academia Gadjah Mada. Ketua Pengurus Keluarga Alumni Gadjah Mada Lampung Soeradi Soerdjarwo mengatakan, seminar itu untuk mengedukasi tenaga kesehatan dan masyarakat.

”Hasil yang tak diharapkan dalam pelayanan kesehatan tersebut bisa terjadi karena banyak faktor, misalnya riwayat penyakit, ketahanan tubuh dalam menerima obat, dan lainnya.

Tidak semuanya akibat tindakan medik. Hal ini yang kadang belum diketahui oleh masyarakat,” ujarnya.

Dokter hewan pun rentan gugatan. Jadi, perlu tim konsultan hukum kesehatan bagi tenaga kesehatan manusia dan hewan. ”Kami kerap menangani hewan unggulan berharga ratusan juta rupiah, misalnya hewan pemenang lomba. Banyak gugatan akibat hewan unggulan mati seusai kami tangani,” kata Ketua Dewan Penasihat dan Majelis Kehormatan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Wiwiek Bagja. (ADH/GER)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Tenaga Medis Rawan Gugatan”.