Jelang Lengser, SBY Terima Gelar Profesor

Dear All,

Terkait pengangkatan Presiden SBY sebagai Profesor Tidak Tetap Unhan yang banyak munculkan diskusi sengit dan aduargomentasi, agar lebih jelas makna gelar Guru Besar Tidak Tetap, saya post kembali Edaran Dirjen Dikti no. 454/E/KP/2013 tanggal 27 Februari 2013 yang berisi penjelasan tentang Guru Besar Tidak Tetap

Surat Edaran Dirjen Dikti tentang Guru Besar Tidak Tetap
http://www.dikti.go.id/?p=8344&lang=id

Oleh Dedi Triyanto – 28 February 2013

Yth. Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinator Kopertis Wilayah I s.d XII

Pasal 72 ayat 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 bahwa Menteri dapat mengangkat seseorang dengan komptensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik Profesor atas usul Perguruan Tinggi, dan Pasal Permendikbud Nomor 40 Tahun 2012 bahwa Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, memerlukan pengaturan lebih lanjut.

1. Seseorang yang dicalonkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap bukan berasal dari akademisi.
2. Calon Guru Besar Tidak Tetap memiliki karya yang bersifat “tacit knowledge” yang memiliki potensi dikembangkan menjadi “explicit knowledge” di perguruan tinggi dan bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia.
3. Calon Guru Besar Tidak Tetap diajukan oleh perguruan tinggi setelah melalui Rapat Senat Perguruan Tinggi kepada Menteri dengan dilampiri karya-karya yang bersangkutan.
4. Romo Mangunwijaya (lingkungan/pemukiman), dan Abdulrahman Wahid (pluralisme) merupakan contoh sosok yang layak sebagai Guru Besar Tidak Tetap.

Demikian hal ini disampaikan, atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Direktur Jenderal
ttd
Djoko Santoso
NIP. 195309091978031003

Tembusan :
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Sekretaris Jenderal Kemdikbud
Sesditjen Dikti dan Direktur di lingkungan Ditjen Dikti surat

Terlampir :

– UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Permendikbud Nomor 40 Tahun 2012 tentang pengangkatan Guru Besar/Profesor tidak tetap pada Perguruan Tinggi

– Edaran Dirjen Dikti no. 454/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap

Menteri Nuh menuturkan untuk penetapan guru besar bagi dosen tidak tetap, berbeda dengan dosen tetap (PNS). Untuk dosen tetap, syarat menjadi guru besar terkait dengan angka kredit, beban mengajar, dan sejenisnya. “Sedangkan untuk dosen tidak tetap, aturannya berbeda,” tandasny Nuh.

Ia menuturkan SBY ditetapkan sebagai guru besar karena berhasil mengkonversi tacit knowledge yang dimiliki menjadi explicit knowledge. “Tacit knowledge adalah ilmu yang tidak kelihatan,” tandasnya.

Menteri asal Surabaya itu menuturkan, capaian SBY yang dinilai untuk pertimbangan pemberian gelar professor itu adalah kinerjanya sebagai presiden dimasa demokrasi hingga strategi pertahanan negara.

Khusus untuk urusan strategi pertahanan, Nuh mengatakan SBY menjalan kebijakan mulai dari sisi anggaran hingga menjadikan Indonesia sebagai peace keeping atau penjaga perdamaian dunia. “Setelah itu urusan pertahanan juga menjadi kebijakan industry pertanahan,” kata dia.

Nuh menegaskan terdapat perbedaan mencolok antara guru besar dosen tetap dengan dosen tidak tetap. Untuk guru besar dosen tidak tetap, Nuh mengatakan yang bersangkutan tidak mendapatkan tunjangan kehormatan sebagai guru besar sekitar RP 12 juta hingga 13 juta per bulan.

…dst

Diskusi Menarik dengan para Dosen di FB Pojok Pendidikan :

Komentar dari Pak AH (Dosen Untirta yang  sedang tugas belajar di Japan):

Bagi saya ini skandal di dunia pendidikan, dunia pendidikan dibuat mainan oleh kepentingan politik. Dalam UU Guru dan dosen tidak diatur soal Guru Besar tidak tetap, tiba2 nyempil satu pasal dalam UU pendidikan tinggi dengan syarat yang samas sekali tak bisa diukur. Begitu juga dengan aturan2 dibawahnya. Maaf, ngawur semua.

Tanggapan saya :

Dinda AH yss, kita harus fair lho, saya bukan fansnya Pak SBY atau Mendibud Nuh, bahkan beberapa kebijakan dari mereka saya tak sependapat, namun untuk Guru Besar Tidak Tetap ini benar-benar sesuai Produk Hukum yang berlaku, bahkan sudah pernah disinggung di UU no.i 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  (UU ini ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2005).  Harus kita akui Permendikbud no. 40 Tahun 2012 tentang Pengangkatan GB tidak tetap dan Permendikbud no. 88 tahun 2013 tentang Pengangkatan dosen tidak tetap sudah banyak bantu warga Indonesia yang ingin megabdi sebagai dosen, menjadi dosen pembimbing atau pimpinan PT, namun terhambat karena tak bisa kerja full time, usia dll. Tak bisa dipungkiri tujuan dari Permendikbud no. 40 tahun 2012 ini adalah sebagai juklak yang merealisasi pasal 48 ayat 4 UU Guru dan Dosen. 

– UU no. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 48 
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor. 
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

– UU no. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Jenjang Jabatan Akademik
Pasal 72
(1) Jenjang jabatan akademik Dosen tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor. 
50 – 
(2) Jenjang jabatan akademik Dosen tidak tetap diatur dan ditetapkan oleh penyelenggara Perguruan
Tinggi. 

– Permendikbud no.  40 Tahun 2012 tentang pengangkatan Profesor/Guru Besar pada Perguruan Tinggi
Pasal 1 
(1) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi. 
(2) Pengangkatan seseorang sebagai dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing setelah mendapat persetujuan Senat. 
Pasal 2 
Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai profesor/guru besar tidak tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi.

– Edaran Dirjen Dikti no. 454/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap

OK ya Sabtu perusahaan kami buka setengah hari, sudah harus masuk kerja.
Salam, Fitri.

Lanjutan Komentar dari Pak AH

Ini pendapat saya:

1. Apakah Guru Besar/ Profesor adalah sekedar gelar atau Jabatan (fungsional)? Kalau jabatan melekat padanya hak dan kewajiban. Bahkan untuk Profesor, definisi resminya dalam UU Guru dan Dosen pasal 1 (3) dinyatakan:

Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Karena itu sudah lama disosialisasikan bahwa Profesor adalah jabatan fungsional dan bukan gelar sehingga sebutan Profesor tidak dibawa mati, dan hanya bisa dipakai sampai pensiun saja. 

Sementara tak ada satupun penjelasan (bahkan definisi) tentang Hak dan Kewajiban atau usia pensiun guru besar tidak etap , sehingga saya melihatnya ini bukan seperti Jabatan, tapi sebagai Gelar.

2. Jika betul AMH dan SBY mendapatkan gb tidak tetap maka terikat SE diatas, dimana syarat nomor 1 justru bukan berasal dari kalangan akademisi. Artinya posisi lektor kepala dan kum bagi AMH dan klaim mengajar, menulis karya ilmiah, dsb membuat AMH dan SBY justru tak memenuhi syarat sebagai gb tidak tetap

3. Saya hanya memiliki kekhawatiran bahwa posisi “guru besar Tidak Tetap” bisa menjadi komoditas politik baru, baik bagi (pejabat) kementerian maupun universitas dan merugikan dunia pendidikan tinggi itu sendiri. Tulisan ini tidak menyepelekan kapasitas AMH atau SBY (Mereka pastinya hebat di bidangnya masing-masing) tapi lebih kepada kerugian dunia pendidikan tinggi.

4. Jalur pintas bagi orang di luar pendidikan tinggi dan celakanya sebagian besar adalah politisi untuk mendapatkan Guru Besar Tidak tetap ditengah sulitnya dosen di “jalur reguler” meraih jabatan fungsional Guru Besar juga adalah sesuatu yang saya rasa tidak adil. Jika Guru Besar adalah sebuah jenjang karir bagi dosen, tempatkanlah posisi itu pada tempat seharusnya.
5. Jika pembuat aturan menginjak-injak aturan yang dibuatnya sendiri demi kepentingan politik, maka apa lagi yang diharapkan dari dunia pendidikan tinggi di Indonesia?

6. Semoga kita semua diberi kewarasan dan tidak ikut menjadi bagian dari kegilaan ini. Bagi saya, menulis tulisan ini adalah bagian dari selemah-lemahnya iman.

Tanggan saya :

Dinda AH dan adik-adik yss, ini baru sempat tanggapi suara hati adik sbb:

1 ) Benar Guru Besar/Profesor adalah jabatan fungsional tertinggi, adalah salah besar bila ada yang memandangnya sebagai gelar. Produk hukum tentang penulisan gelar tak ada satu ayat pun yang mengatur penulisan jafung GB, kemauan masyarakat yang memasang jafung Prof ke nama ybs seperti halnya Haji yang merupakan kewajiban rukun Islam ke lima dicantumkan di depan nama seolah-olah sebagai gelar.

Guru besar tidak tetap adalah pengusulan jabatan fungsional dosen tetap, sebenarnya kalo kita menyimak Permendikbud no. 40 tahun 2012 lebih mendalam bisa memahami inti dari pasal 1 butir 1 yang menjelaskan Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi, ITU SAMA DENGAN ARTINYA PADA SAAT USULAN JAFUNG TIDAK TETAP terlaksana dengan SK PENGANGKATAN, YBS SUDAH BERSTATUS DOSEN TIDAK TETAP DAN BERHAK PEROLEH NUPN. Hanya saja untuk GB tidak tetap HARUS MENDAPAT PERSETUJUAN MENDIKBUD.

GB tidak tetap berstatus dosen tidak tetap, tidak perlu kerja penuh waktu, tidak ada beban kerja dosen, tidak ada tunjangan dan tidak ada batas pensiunnya. Pengankatan dosen tidak tetapnya cukup dengan SK pimpinan PT, SK jafung tidak tetap bisa sekalian diberikan pada saat pengangkatan dosen tidak tetap, hanya saja untuk GB tetap, sk jafungnya oleh Mendikbud.

2 ) Saya sudah berulang kali jelaskan, pengangkatan dosen tidak tetap ke dalam jabatan fungsional akademik tidak butuh KUM tridharma PT dan jenjang jafung sebelumnya (tak perlu melewati jenjang AA s/d LK), hanya butuh keahlian dan prestasi luar biasa. Kalo SBY tak berprestasi kenapa dulu kalian semua pilih dia jadi Presiden kedua kalinya ???

3 ) Dunia pendidikan tidak mengalami kerugian apapun, dari segi finance, GB tidak tetap tidak berhak tunjangan apapun, dari segi jabatan struktural ada Permendikbud no.33 Tahun 2012 yang menetapkan persyaratan usia maksimal 60 tahun dan harus merupakan dosen PNS aktif sudah mengunci mereka, untuk pajangan sebagai gelar itu bukan salah mereka, masyarakat termasuk kita yang suka sematkan Prof di depan nama seseorang padahal itu bukan gelar melalinkan jabatan fungsional, kenapa tak ada yang tulis LK Budiman kok ada Prof Budiman? dan satu hal Jabatan fungsional baik tetap maupun tidak tetap hanya laku di kampus, dengan memberi gelar GB tidak tetap sama dengan mengundang ybs jadi dosen tidak tetap di kampus pengusul. Kalo SBY tidak berminat jadi dosen, pemberian jafung tidak tetap ini sama sekali tak berguna.

4 ) baca penjelasan di butir 3, tak ada yang dirugikan, malah kalo ybs sudi terima tawaran jadi dosen tidak tetap dalam jafung GB, berbagi pengalaman mimpin negara itu bernilai buat anak bangsa, kenapa kita harus keberatan. GB jalur dosen tetap diangkat berdasarkan kum (prestasi tridharma PT), GB jalur tidak tetap diangkat berdasarkan keahlian dengan prestasi luar biasa (bisa diangkat jadi presiden 2 periode apa bukan prestasi luar biasa?)

5 ) Sekali lagi ini bukan politik, jabatan fungsional tidak tetap sudah ada semenjak UU Dosen dan Guru disahkan pada tanggal 30 Desember 2005 (8 1/2 tahun yang lalu), saya bukan fansnya Pak SBY dan Pak Mendikbud Nuh, tak perlu bela mereka bila ini pelanggaran atau menginjak rasa keadilan.

6) WOW walau sudah oma uzur yang kadang muka tembok tapi 100% waras lho, malah menurut penilaian dinda RFN  saya ini cukup anggun lho, mana mungkin mau ikut menjadi bagian dari kegilaan sampai kehilangan keanggunan saya. Hehehe… dinda Abah Hamid kok menyimpulkan ” menulis tulisan ini adalah bagian dari selemah-lemahnya iman.” ? bukankah kalo ada beda pendapat dan pandangan sebaiknya kita diskusikan …hehehe…dinda FJ sebentar lagi pulang kerja saya mau beli nasi kapau biar bisa tambah semangat diskusi, juga stock kopi mau ditambah.

Komentar dari dik AJ (Dosen UI):

Namanya bs dimanfaatkan utk akreditasi ya, kalau diurus nidn nya ?

Tangggapan saya :

Untuk diangkat jadi dosen tetap yang memiliki NIDN ada Permendikbud no. 84 tahun 2013 yang mengatur, salah satu persyaratannya adalah usia tidak boleh melebihi 50 tahun, maka kalo dipakaipun untuk akreditasi itupun harus terlebih dahulu diangkat jadi dosen tidak tetap sesuai Permendikbud no. 88 tahun 2013, nilai akreditasi yang diperoleh tentu lebih kecil dari poin akreditasi untuk dosen tetap dan GB tetap. Dan teman-teman yang keberatan jangan khawatir beliau akan dialihkan jadi dosen tetap atau Guru Besar tetap.

Pertanyaan dari Pak FJ (Dosen UMI):

Apakah NUPN ada, jika sudah ada aku bisa bobo dgn nyaman ….OOT
Tanggapan saya :

Dinda FJ Permendikbud no. 88 tahun 2013 tentang pengangkatan dosen tidak tetap bisa menjadi pelengkap yang sangat membantu bila GB tidak tetap ingin mengabdi sebagai dosen tidak tetap, namun berhubung persyaratan pengangkatan GB tidak tetap yang ditetapkan dalam Edaran Dirjen Dikti harus berasal dari non akademisi, maka untuk jadi GB tidak tetap tak bisa dosen tidak tetap, setelah diangkat selanjutnya bila ingin mengabdi di kampus bisa pergunakan Permendikbud no. 88 tahun 2013 ini untuk diangkat jadi dosen tidak tetap. Sejumlah tokoh pernah meraih gelar guru besar Mereka adalah mantan kepala Badan Intelejen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono oleh Sekolah Tinggi Intelejen Negara (STIN) dan mantan Jamwas Kejagung Marwan Effendi dari Universtias Sam Ratulangi (Unsrat). Kalo menurut hematku, GB tidak tetap ini sebatasan penghargaaan untuk perorangan yang memiliki kontribusi luar biasa yang menurut penilaian PT pengusul berpotensi untuk mengabdi sebagai dosen tidak tetap di kampusnya. Tidak ada nuasa politis, yang ada hanya penawaran untuk jadi dosen tidak tetap dalam jabatan akademik guru besar agar ilmu yang dimilikinya bisa dibagi ke anak bangsa melalui pendidikan tinggi.
Salam kompak, Fitri.

Komentar dari ERS (Prof.  USU):

Indikator tacid knowledge itu bgmna kira2 ya bu ? Bgmna pula dg peraturan bhw dosen tdk tetap juga hrs punya jabatan fungsional asisten ahli, lektor dst sbg syarat utk bs mengajar di PT ? Apakah GB tdk tetap ini sama dg Doktor HC ya bu? Apakh kriteria ini sama dg yg didapatkan Rhoma Irama sbg Prof ya bu?

Tanggapan saya:

Presiden SBY ditetapkan sebagai guru besar karena berhasil mengkonversi tacit knowledge yang dimiliki menjadi explicit knowledge. Kalo untuk dosen tidak tetap bisa langsung diangkat jadi AA, Lektor dan LK oleh kampus yang bersangkutan bila mereka dianggap memiliki prestasi dan kontribusi, tanpa persyaratan kum dan tak perlu persetujuan dari Mendikbud, dan manfaatnya lebih ke bisa jadi dosen pembimbing yang menjadikan jafung sebagai persyaratan (dibenarkan Permendikbud no 40 Tahun 2012).  Sementara untuk GB tidak tetap harus mendapat persetujuan Mendikbud, sehingga usulan boleh dari PT namun persyaratan dari Kemdikbud yang juklaknya berupa Edaran Dirjen Dikti no. 454/E/KP/2013 yang salah satu persyaratannya harus dari non akademisi.

Walau sama-sama diberikan sebagai penghargaan untuk perorangan yang memiliki jasa-jasa luar biasa, berhubung Guru Besar adalah jabatan akademik tertinggi bisa diusulkan oleh Perguruan Tinggi yang belum memiliki program Doktor, dan jabatan akademik hanya bisa dipakai bila ybs mengabdi sebagai dosen, sedangkan Doktor HC adalah Gelar akademik (Gelar Doktor Kehormatan) hanya bisa diusulkan oleh Perguruan Tinggi yang memiliki program Doktor, dan bisa dipakai terus walaupun nantinya tidak mengabdi sebagai dosen.

Gelar Profesor Tidak Tetap harus ada PT yang mengusulkan dan disetujui Mendikbud, emangnya Rhoma Irama ada diusulan PT dan disetujui Mendikbud ?

Komentar dari Bu LI (Dosen tak jelas kampus asal):

Usul: Kedepan istilah GB adalah khusus bg profesi dosen dg ketentuan dan syarat brlaku. Tp yg bkan dosen sebaikx jngn pake istilah GB tp istilah lain biar tdk timbul ahli tafsir yg bisa membingunkan.

Tanggapan saya:

GB tidak tetap jelas-jelas ditetapkan di UU no.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, UU no.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Permendikbud no. 40 tahun 2012 tentang Guru Besar tidak tetap.  Istilah GB ada GB tetap dan GB tidak tetap, kalo seseorang yang kepakarannya atau prestasinya sudah setara GB apa salahnya diangkat jadi GB tidak tetap ? jangan terlalu angkuh bahwa menyandang Guru Besar itu luar biasa, kalo GB tidak mau mengisi diri, bisa aja ketinggalan dari anak sekolah menengah. Tak pahamkah untuk rubah ketentuan UU tak bisa dengan cara revisi Permendikbud, kalo tak pernah tergerak untuk baca  informasi ya pantas tenggelam dalam kebingungan.

Komentar dari Pak FK (Dosen ITS)

Bukan itu bunda…. Sebaiknya istilah yang dipakai di atur sistematik…. GB ada aturannya ada istilah yang sama. GB cuman ditambahi tidak tetap tapi persyaratannya beda jauh.

Tanggapan saya:

Dosen tetap dengan dosen tidak tetap juga beda jauh lho, kenapa kalian tak bingung, tak usulkan rubah jadi pengajar tidak tetap. Bukankah dosen tetap dengan dosen tidak tetap juga beda jauh, baik seleksi, hak ,kewajaban dan tanggung jawab. Kenapa sasarannya hanya GBnya SBY, padahal sudah beberapa orang diangkat jadi GB tidak tetap dan diumumkan tak ada yang ribut. Jadi dosen kok gitu sempit hati. Ini ada bebarapa dosen saya perhatikan, egonya minta ampun, kalo join diskusi, maunya tanggapan kami sesuai dengan keinginannya bukan sesuai kebenaran. Syukur tak semuanya seperti ini. Bapak dan Ibu permasalahkan GB tidak tetap persyaratannya mudah, tapi apakah kalian ada timbang butuh berapa besar prestasi untuk bisa diusulkan ? juga apakah ada yang permasalahkan penyandang GB tidak tetap hampir tidak dapat kenikmatan apapun selain suatu nama GB yang bahkan bukan gelar pendidikan yang bisa disemat di depan nama. Kenapa begitu sempit hati ? Saya hanya bersyukur saya bukan GB/profesor yang kalian agungkan hehehe … Alhamdulillah saya puas saya adalah saya.

Lanjutan Komentar dari FK (Dosen ITS):

Bu  statement president terpilih punya prestasi. Maka semua presiden berarti professor tidak tetap. Saya berpikir benar produk ini karet….dan memang bisa dimanfaatkan penguasa karena ukurannya tidak jelas. Saya ngerti aturannya begitu….kalau mau perubahan change the rules

Tanggapan saya:

Dinda FK kan tidak semua presiden berminat jadi dosen kan ? saya yakin sebelum jafung tidak tetap diberikan, sudah tercapai kesepakatan antara perguruan tinggi pengusul dengan calon yang mau diusulkan ke GB tidak tetap, sebagaimana penjelasan saya di atas, jabatan fungsional akademik tetap atau tidak tetap hanya bermanfaat bila mau berkarir atau mengabdi di kampus. Umpanya adik pemilik PT tertarik pada saya mau usulkan saya jadi GB tidak tetap agar bisa mengabdi sebagai dosen tidak tetap dalam jafung GB di PT adik, kalo saya tak bersedia, apa ada manfaat GB itu untuk saya ? Jadi dalam kasus GB tidak tetap SBY, tak lain karena beliau selain berprestasi (tak berprestasi kan tak mungkin diangkat jadi Presiden sampai 2 priode), menguasai ilmu pertahanan, yang paling penting BERMINAT JADI DOSEN walau dengan status tidak tetap, so please jangan pakai kaca mata berwarna, simple thinking aja, jafung GB tidak tetap hanya berfungsi sebagai ajakan agar SBY berkarir sebagai dosen tidak tetap, then kenapa mesti keberatan bila ada mantan presiden yang mau berbagi ilmu dan produk hukum juga mengizinkan, seharusnya kita ucapkan Alhamdulillah.

Komentar dari Dik BS (Dosen STIE Kesatuan):

Makanya saya suka gemes liat para orang pintar yg sukanya suudzon mulu jadi orang… huufftt

Komentar dari Dik ASW (Dosen honorer):

Alhamdulillah sudah jelas kan…