Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci

Kemampuan Matematika dan Sains di Urutan Ke-64 dari 65 Negara

Kamis, 5 Desember 2013

JAKARTA, KOMPAS —  Kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia masih rendah. Hasil Programme for International Student Assessment 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes.

Penilaian itu dipublikasikan the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Rabu (4/12). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak- anak Indonesia 375, rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata skor untuk sains 382. Padahal, rata-rata skor OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501.Programme for International Student Assessment (PISA) mengukur kecakapan anak-anak usia 15 tahun dalam mengimplementasikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Indonesia mengikuti siklus tes tiga tahunan itu sejak tahun 2003.

PISA 2012 bertema ”Evaluating School Systems to Improve Education” diikuti 34 negara anggota OECD dan 31 negara mitra (termasuk Indonesia) yang mewakili lebih dari 80 persen ekonomi dunia. Murid yang terlibat sebanyak 510.000 anak usia 15 tahun yang mewakili 28 juta anak usia 15 tahun di sekolah dari 65 negara partisipan.

Hasil PISA tahun ini mengejutkan banyak negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa yang selama ini diyakini memiliki sistem pendidikan lebih baik. Pasalnya, kali ini peringkat 10 besar PISA 2012 didominasi negara di Asia. Anak-anak di Shanghai menduduki ranking pertama, diikuti Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Makau, dan Jepang. Urutan ke-8 ditempati Liechtenstein, Swiss (urutan ke-9), dan Belanda (urutan ke-10). Finlandia yang selama ini dikenal memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia berada di posisi ke-12, Inggris ke-26, dan Amerika Serikat ke-36.

Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria dalam situs OECD mengemukakan, 32 persen anak yang mengikuti tes tak bisa menyelesaikan soalan berhitung yang paling mudah. Tanpa keterampilan paling dasar, ia khawatir kemungkinan besar anak-anak itu akan putus sekolah atau akan kesulitan menghadapi kehidupan nyata pada masa depan.

”Anak-anak butuh keterampilan untuk menghadapi realitas dan ikut memberikan solusi pada era globalisasi ini,” kata Gurria dalam peluncuran hasil PISA 2012 di Washington DC, AS.

Menanggapi hasil PISA 2012, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto menilai, dari soal-soal yang diajukan dalam tes, bisa diketahui persentase murid Indonesia yang berhasil menjawab dengan benar. Selain itu, dapat diketahui kecakapan berpikir seperti apa yang dimiliki anak-anak Indonesia dan kelemahannya. Sebaiknya tidak melihat ranking Indonesia karena memang sudah diketahui hasilnya akan lemah, lebih baik melakukan analisis setiap pertanyaan yang diajukan.

”Nanti akan bisa disusun strategi untuk penguatannya melalui pembelajaran. Balitbang Kemdikbud harus mengambil manfaat sebesar-besarnya dari PISA 2000-2012 ini,” kata Iwan.

Sejak tahun 2000, lanjut Iwan, performa murid Indonesia buruk di PISA. Jika dilihat dari soal-soal yang diajukan (bisa dicoba di www.oecd.org), kecakapan matematika yang diharapkan dunia melalui tes PISA itu berbeda dengan yang diajarkan di sekolah dan yang diujikan dalam ujian nasional. Ini tidak berarti matematika di Indonesia lebih mudah daripada di negara lain yang meraih ranking lebih tinggi dalam PISA. Namun, sekolah Indonesia terlalu fokus mengajarkan kecakapan yang sudah kedaluwarsa, seperti menghafal dan berhitung ruwet.

Selain itu, sekolah Indonesia juga melupakan pembelajaran bernalar. ”Pendidikan kita membayangkan dunia ini belum ada Google, Wikipedia, dan kalkulator. Akibatnya, kita seperti meminta anak-anak kita memanjat pohon yang buahnya sudah busuk,” kata Iwan. (LUK)

Sumber: Kompas Cetak tanggal 5 Desember 2013

PISA 2012 Results