14.800 Prodi Tak Terakreditasi
BAN-PT Rumuskan Sistem Akreditasi Nasional

 Sabtu, 30 November 2013

JAKARTA, KOMPAS — Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi tengah merumuskan sistem akreditasi nasional yang akan menjadi acuan pendirian hingga tata kelola lembaga akreditasi mandiri. Kebutuhan akan lembaga yang mandiri itu mendesak karena tingginya permintaan akreditasi dari program studi dan institusi perguruan tinggi. Sekretaris Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Dwiwahju Sasongko mengatakan hal itu, Jumat (29/11), di Jakarta. ”Asosiasi profesi didorong membentuk lembaga akreditasi mandiri atau LAM. Yang sudah siap lahir LAM kesehatan,” ujarnya.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Mendikbud Nomor 59 Tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional, sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi mengubah peran dan fungsi BAN-PT. Itu dengan adanya pembentukan lembaga akreditasi mandiri untuk ilmu-ilmu serumpun.

Sasongko mengatakan, keberadaan LAM dibutuhkan karena anggaran dan tenaga asesor BAN-PT terbatas. Saat ini terdapat 3.500 perguruan tinggi dan 18.000 program studi (prodi) yang membutuhkan akreditasi. Setiap tahun paling tidak 6.000 program studi dan 100 institusi antre proses akreditasi.

Jika dibandingkan dengan alokasi anggaran akreditasi dari pemerintah, BAN-PT hanya bisa mengakreditasi 3.200 program studi dan 30 institusi untuk tahun ini.

Artinya masih ada 14.800 program studi dan lebih dari 3.400 institusi perguruan tinggi yang tak terakreditasi karena harus menunggu giliran.

Untuk satu institusi setidaknya dibutuhkan Rp 100 juta, sedangkan untuk program studi dibutuhkan sekitar Rp 35 juta per program studi. Selain anggaran yang kurang, jumlah asesor BAN-PT yang hanya 2.000 orang juga dinilai masih kurang.

Mengawasi LAM

Dengan ketentuan yang baru nanti, tugas dan wewenang BAN-PT hanya mengakreditasi institusi dan mengawasi LAM. Sementara tugas LAM hanya mengakreditasi program studi sehingga diharapkan bisa meningkatkan efektivitas penilaian kinerja program studi karena instrumen yang dipakai lebih spesifik sesuai bidang ilmu. Selama ini BAN-PT memakai instrumen yang umum untuk semua program studi.

Proses akreditasi nasional akan dibahas lebih mendalam dalam semiloka nasional BAN-PT yang diselenggarakan 4-6 Desember 2013 di Jakarta.

Anggota majelis BAN-PT yang juga ketua penyelenggara semiloka, Hidayat Syarief, menjelaskan, sesuai aturan yang ada, asosiasi profesi yang boleh mengusulkan pembentukan LAM hanya yang sudah berbadan hukum. Padahal, sebagian besar asosiasi profesi belum berbadan hukum meski telah lama berdiri.

Selain harus berbadan hukum, anggota majelis BAN-PT, Mansur Ma’shum, menambahkan, LAM juga harus bersifat nirlaba agar kemandiriannya terjaga.

”Jumlah LAM bergantung pada rumpun atau cabang ilmu yang ada. Namun, memang sebaiknya jangan terlalu banyak karena akan kerepotan, maksimal 10 sajalah,” ujarnya. (LUK)

Sumber: Kompas Cetak Terbitan 30 November 2013

Sabtu, 30 November 2013 , 07:02:00

4.000 Kampus dan 20 Ribu Prodi Perlu Akreditasi
Urusan Legalitas Ijazah, Masyarakat Diminta Tenang

JAKARTA – Menjelang penerapan kewajiban akreditasi bagi institusi dan program studi (prodi) perguruan tinggi langsung direspon pihak kampus. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) melansir ada 4.000 kampus dan 20 ribu prodi yang perlu segera terakreditasi.

Sekretaris BAN-PT Dwiwahju Sasongko menuturkan banyaknya jumlah institusi kampus dan prodi yang belum terakreditasi itu cukup mencemaskan. Selain itu juga bisa membuat cemas masyarakat luas. Sebab dia mengatakan kampus yang berhak mengeluarkan ijazah dan gelar akademik harus mengantongi akreditasi.

“Untungnya pemerintah sudah mengantisipasinya. Jadi masyarakat tidak perlu terlalu cemas,” kata Dwiwahju setelah paparan persiapan Semiloka Nasional Sistem Akreditasi Nasional di Jakarta, Jumat (29/11). Sasongko mengatakan per 1 Maret 2013, Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menerbitkan surat edaran tentang akreditasi.

Isinya adalah, setiap institusi dan prodi yang belum terakreditasi tetapi sudah mendapatkan izin operasional otomatis mendapatkan akreditasi terendah atau “C”. Dikalangan akademisi, pemberian gelar akreditasi secara otomatis ini sering disebut sebagai akreditasi turun dari langit.

Sasongko mengatakan pemberian akreditasi tingkat rendah ini bukan tanpa konsekuensi. Kemendikbud mewajibkan seluruh insitusi kampus dan prodi yang mendapatkan akreditasi “dari langit” itu mendaftar akreditasi ke BAN-PT maksimal Agustus lalu. “Nah dari kebijakan itulah pada Agustus lalu usulan akreditasi ke BAN-PT membludak,” ujarnya. BAN-PT juga sudah merekapitulasi bahwa jumlah kampus yang perlu akreditasi mencapai 4.000 unit. Sedangkan jumlah prodi yang perlu diakreditasi berjumlah 20 ribu unit.

Sasongko mengatakan, masyarakat yang terlanjur kuliah di kampus yang memerlukan akreditasi itu tidak perlu cemas. Sebab meskipun hanya mendapatkan akreditasi terendah, kampus tadi sudah sah untuk menerbitkan ijazah. “Tapi kami tekankan, jangan lantas tidak mendaftarkan akreditasi yang resmi ke BAN-PT,” katanya.

Menurut Sasongko tugas mengakreditasi yang sekarang terpusat di BAN-PT akan segera diubah. Dia menuturkan sesuai dengan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti), BAN-PT ke depan hanya bertugas mengakreditasi institusi perguruan tinggi. Sedangkan untuk akreditasi prodi, diserahkan ke lembaga akreditasi mandiri (LAM).

Dengan pembagian itu, Sasongko mengatakan proses penerbitan akreditasi bisa jadi lebih cepat. Sebab tidak lagi terpusat di BAN-PT. Sampai saat ini landasan teknis pembetunkan BAN-PT berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) masih belum diterbitkan.

Tetapi dia mengatakan sudah ada LAM yang siap lahir, yakni LAM kesehatan. LAM ini bertugas untuk mengakreditasi prodi di rumpun ilmu kesehatan. Mulai dari kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, kesehatan masyarakat, farmasi, dan gizi. “Menyusul berikutnya LAM rumpun ilmu teknik,” ujarnya.

Meskipun landasan hukumnya belum terbit, Sasongko mengatakan sudah mendapatkan gambaran syarat-syarat pendirian LAM. Diantaranya adalah LAM sebaiknya dibentuk oleh organisasi atau asosiasi profesi. Dia mengatakan jumlah LAM yang ideal hanya sekitar 20 buah untuk mewakili 20 rumpun ilmu dasar yang berbeda-beda.

“Ketentuan lainnya LAM tidak boleh ecek-ecek dan berorientasi mencari keuntungan,” katanya. BAN-PT bakal mendapat tugas untuk menjadi “polisi” pengawas kinerja LAM. Jika ada LAM yang nakal, akan diancam dengan pembekuan aktivitas hingga pembubaran permanen.

Ketua Asosiasi Peruguran Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamir menuturkan, keberadaan LAM sangat ditunggu pihak kampus. Sebab keberadaan LAM bisa memecah penumpukan dokumen usulan akreditasi di BAN-PT. Rencananya LAM khusus mengakreditasi kampus swasta, sedangkan BAN-PT untuk kampus negeri.

“Supaya tidak semakin menumpuk usulan akreditasi di” BAN-PT, pemerintah segera terbitkan aturan pembentukan LAM,” ujar pria yang juga rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu. Dia berharap pembiayaan akreditasi di LAM itu tetap ditanggung negara melalui APBN, sehingga tidak membebani kampus. (wan/agm)

Sumber : JPNN.COM