Suap MK Mengguncang Negara

Akil Mochtar Terancam Hukuman Seumur Hidup

Jumat, 4 Oktober 2013

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap terkait dengan dua kasus penyelesaian sengketa pemilihan umum kepala daerah. Terbongkarnya skandal ini mengguncangkan banyak elemen negara.

KPK menangkap tangan Akil di rumahnya di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta, Rabu (2/10), sekitar pukul 22.00 bersama anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa (CN), Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih (HB), dan pengusaha asal Palangkaraya, Cornelis Nalau (CAN).

Akil ditangkap setelah ada penyerahan uang dari Chairun Nisa dan Cornelis sebanyak 284.040 dollar Singapura dan 22.000 dollar Amerika Serikat (AS). Uang yang diserahkan Chairun dan Cornelis itu merupakan pemberian dari Hambit yang tengah beperkara dalam sengketa pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di MK

Setelah diperiksa intensif di Gedung KPK, pada Kamis (3/10), pukul 17.00, Akil ditetapkan sebagai tersangka.

”Untuk dugaan tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, AM bersama CN ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima,” kata Ketua KPK Abraham Samad. HB dan CAN juga ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi.

Selanjutnya, untuk dugaan korupsi dalam penanganan Pilkada Kabupaten Lebak, Akil kembali dijerat selaku penerima suap.

Akil diancam dengan Pasal 12 Huruf c UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatu KUHP, Pasal 6 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatu KUHP. Ancaman hukumannya adalah seumur hidup.

”Selanjutnya juga ditetapkan sebagai tersangka TCW (Tubagus Chaeri Wardana) alias W (Wawan) dan kawan-kawan selaku pemberi yang diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 Huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatu KUHP,” kata Abraham.

KPK juga menduga ada hakim konstitusi lain yang terlibat dalam kasus suap ini. ”Kita tunggu saja pemeriksaan para tersangka yang telah ditetapkan,” kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja.

Pukul 21.50, Akil digiring petugas keluar Gedung KPK untuk ditahan di Rumah Tahanan KPK.

Saat keluar dari Gedung KPK, Akil mengatakan, dirinya tak mengenal orang yang mendatangi rumahnya pada saat KPK melakukan operasi tangkap tangan.

”Orang itu mengaku dari Kalteng. Saya masih di dalam rumah dan diberi tahu ada tamu. Begitu keluar, sudah ada anggota KPK dan orang itu di teras,” ujar Akil sambil berlalu menuju mobil tahanan.

Berita penangkapan ini memang sangat mengejutkan banyak pihak, terutama di MK. Malam itu, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar yang saat itu masih di Gedung MK langsung menghubungi para hakim konstitusi.

Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva tiba pertama. Beberapa saat kemudian, Arief Hidayat datang beriringan dengan Harjono, disusul Maria Farida Indrati, kemudian Patrialis Akbar. Wajah mereka kuyu. Anwar Usman yang datang belakangan pun tampak syok. Ia tak banyak berkata-kata. Demikian juga dengan Maria Farida Indrati yang tertunduk dalam. Keduanya memang anggota panel Akil Mochtar, tiap hari bersidang dengan Akil dalam perkara-perkara sengketa pilkada atau pengujian undang-undang. Hamdan bahkan menangis ketika pertama kali mendengar tertangkapnya Akil. Suaranya bergetar ketika memberikan keterangan pada pers.

Kemarin, Janedjri pun langsung mengumpulkan semua pegawai di aula Gedung MK. Janedjri menumpahkan air mata di depan para pegawai. Begitu pula pegawai-pegawai lain yang merasa tak percaya, banyak yang tak bisa menahan air mata.

Rusak citra Indonesia

Terbongkarnya skandal ini memang mengguncangkan banyak elemen. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis pagi, langsung menggelar konferensi pers secara khusus menanggapi penangkapan pemimpin lembaga tinggi negara yang bertugas menjaga konstitusi itu.

”Betapa berbahayanya kalau putusan (MK) yang final dan mengikat itu ternyata tidak tepat dan tidak benar, apalagi prosesnya ada penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Sama halnya dengan memutus sengketa dalam pemilu atau pemilihan kepala daerah. Ini tentu akan merusak demokrasi kita, menggugurkan kebenaran dan keadilan yang sangat didambakan rakyat kita,” tutur Presiden.

Karena skandal ini juga melibatkan anggota DPR dan bupati, Presiden langsung meminta kepada seluruh jajaran pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik buruk itu.

”Saya minta kalangan dunia usaha juga jangan mendorong atau mengajak sehingga para bupati atau pejabat lain melakukan kesalahan. Pihak mana pun, politik juga jangan masuk sehingga terjadi kerugian bagi semua,” kata Presiden.

Di akhir pernyataannya, Presiden juga mengapresiasi kerja KPK dalam memberantas korupsi. Presiden juga mengajak KPK dan lembaga penegak hukum lain terus gigih melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sudah keterlaluan

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif mengingatkan, kasus ini mencerminkan moral sebagian penegak hukum sudah ”bobrok” karena hanyut oleh godaan materi. ”Ini sudah keterlaluan,” katanya.

Salah satu jalan keluar untuk mengatasi kondisi penegak hukum yang telah ”pingsan” ini, menurut Syafii, perlu gerakan rakyat. ”Rakyat yang masih siuman harus bergerak secara besar-besaran dengan tertib dan damai untuk meminta kepada negara agar berhenti berlagak pilon. Kondisi domestik negara sudah sangat bobrok dan rapuh,” ujarnya.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat, mengungkapkan, selama ini MK dan KPK dipandang sebagai benteng pemberantasan korupsi dan penyimpangan dalam hal materi atau institusi pemerintahan. Tertangkapnya Ketua MK membuat semua orang menjadi marah, kesal, dan sulit untuk percaya.

”Ini benar-benar tamparan yang menurunkan wibawa pemerintah, wibawa hukum, dan masyarakat semakin tak percaya pada produk reformasi,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi khawatir terbongkarnya skandal di MK yang bertepatan dengan perhelatan besar Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, ini merusak citra Indonesia di mata internasional.

”Rusak sudah citra Indonesia di mata internasional. Mahkamah Konstitusi sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi itu menjadi terkesan mudah dibeli,” ujar Sofjan.

Media asing dari Singapura, Malaysia, Australia, Rusia, Amerika, hingga Belanda memang turut memantau penangkapan Akil Mochtar. Koran Straits Times Singapura, misalnya, melaporkan KPK yang menangkap hakim tertinggi dalam hierarki. Koran ”kawula” di Belanda, Volkskrant, juga mengulas hakim tertinggi di Indonesia yang ditangkap.

The New York Times dari AS juga memuat berita itu, begitu juga dengan koran gratis Malaysia dengan sirkulasi terbesar The Sun yang mengulas panjang penangkapan Akil Mochtar. Laporan soal Akil juga dirilis Radio ABC Australia hingga The Voice of Russia dan situs alternatif populer, seperti Malaysiakini.com dan mysinchew media berbahasa Mandarin di Malaysia.(bil/why/osa/ina/iam/nta/ilo/k01/ana)

Sumber : Kompas Cetak Terbitan Jumat, 4 Oktober 2013

Presiden Rasakan Kemarahan Rakyat Indonesia Atas Penangkapan Akil Mochtar
Oleh : DESK INFORMASI SETKAB