PENELITIAN
Pembiayaan Riset Indonesia Tertinggal

Rabu,05 Desember 2012
Bandung, Kompas – Pembiayaan riset pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia maupun Thailand. Salah satu parameter adalah jumlah aplikasi paten Indonesia yang tergolong rendah.

Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial Priyadi Kardono memaparkan hal itu pada Expo Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Selasa (4/12), di Bandung.

”Tahun 2008, Indonesia hanya memiliki anggaran penelitian dan pengembangan 0,72 miliar dollar AS dan menghasilkan aplikasi paten 23 buah. Malaysia menghasilkan 1.312 paten dengan anggaran 2,3 miliar dollar AS, Thailand 986 aplikasi paten dengan anggaran 1,46 miliar dollar AS,” kata Priyadi.

Ia menyayangkan lemahnya dukungan pembiayaan dari pemerintah. Padahal, salah satu faktor penentu daya saing suatu bangsa adalah seberapa jauh tingkat riset dan inovasinya.

Menurut Priyadi, riset di berbagai negara maju amat didukung oleh pemerintah. Kelompok peneliti beserta hasil risetnya menjadi referensi para pemimpin dan politisi dalam mengelola sumber daya dan aset serta menjadi sumber informasi bagi pemecahan masalah nasional.

”Sebenarnya pembiayaan riset tidak hanya harus ditanggung pemerintah. Pihak industri di beberapa negara ikut berkontribusi cukup besar dalam menunjang riset universitas maupun institusi penelitian. Kerja sama antara industri, pemerintah, dan universitas di Indonesia masih lemah,” ujar Priyadi.

Laboratorium riset

Priyadi menuturkan, Indonesia sebagai negara terbesar kedua setelah Brasil dalam jumlah keanekaragaman hayati merupakan laboratorium riset sangat besar.

Tak kalah penting, Indonesia tepat berada di pertemuan beberapa lempeng tektonik dunia. Hal ini menimbulkan fenomena seismik aktif ditandai dengan banyaknya gunung berapi dan gempa, diikuti pula dengan bencana lain seperti tanah longsor dan tsunami. Karena itu, Indonesia sekaligus memiliki potensi sebagai laboratorium bencana.

”Banyak peneliti luar negeri melakukan penelitian di Indonesia,” kata Priyadi.

Kepala Puslit Geoteknologi LIPI Haryadi Permana membenarkan terbatasnya alokasi anggaran riset dari pemerintah.

”Kami harus melakukan skala prioritas sasaran penelitian. Paling banyak dilakukan riset di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Di luar itu amat jarang, apalagi Papua. Biaya sekali perjalanan ke sana sekitar Rp 4 juta per orang,” kata Haryadi.

”Alokasi anggaran penelitian saat ini, baik untuk institusi riset di kementerian maupun non-kementerian, belum mencapai 1 persen dari pembiayaan nasional. Pemerintah menargetkan alokasi anggaran penelitian hingga 1 persen baru tahun 2015,” ujar Haryadi. (SEM)

Sumber :  Cetak Kompas