Kurikulum Baru Diuji Publik Awal 2013

Jam Belajar dan Jumlah Pelajaran Dievaluasi

Kamis, 20 September 2012
Jakarta, Kompas – Penyusunan kurikulum pendidikan nasional yang baru diharapkan rampung pada Februari 2013. Sebelum disahkan dan diaplikasikan, pemerintah akan melakukan uji publik terhadap rancangan kurikulum itu untuk memperoleh kritik dan masukan dari masyarakat.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Rabu (19/9), di Jakarta, mengatakan, dua tim sudah dibentuk dan sedang bekerja. ”Hasil kerja dua tim penyusun kurikulum akan diuji publik sebelum Februari 2013. Fase ini tak boleh dilupakan. Pasti akan ada perbedaan pendapat nanti,” ujarnya.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Suyanto menambahkan, tim pertama bertugas menyusun kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Adapun tim kedua bertugas menyusun kurikulum pendidikan tinggi.

”Anggota tim terdiri dari Kemdikbud, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan tokoh-tokoh pendidikan. Para tokoh itu yang tahu masalah dan tantangan bangsa ke depan,” kata Suyanto.

Tim penyusun juga mengevaluasi kurikulum yang berlaku saat ini. Misalnya, soal banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari siswa, jam sekolah, hingga mencari penyebab mengapa sering terjadi tawuran siswa, rendahnya kemampuan siswa berbahasa asing, serta berbagai persoalan lain.

Sampai saat ini, tim sedang membahas penentuan kompetensi lulusan siswa di setiap jenjang pendidikan. ”Akan diperjelas juga karakter spesifik apa yang hendak dibentuk, misalnya nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan,” katanya.

Racikan sendiri

Agar bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa, kurikulum yang disusun pun harus sesuai dengan identitas Indonesia. Hal ini, kata Nuh, berarti kurikulum yang baru tidak akan berkiblat pada kurikulum negara tertentu. Meski begitu, tim penyusun kurikulum diminta mempelajari kurikulum negara lain, terutama anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), antara lain Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Finlandia.

”Kita tidak berkiblat pada negara mana pun, tetapi kita pelajari semuanya, termasuk negara yang gigih terhadap pendidikan karakter kebangsaan, seperti Korea dan Jepang, yang termasuk negara maju tetapi identitas dirinya sangat kuat. Intinya, tidak serta-merta yang ada di luar itu kita fotokopi. Semua kita pelajari dan ramu,” papar Nuh. (LUK/ATO)