GEMPA ACEH

Sama-sama Besar, Berbeda Dampak

Oleh Brigitta Isworo Laksmi dan AHMAD ARIF

Kamis,12 April 2012

Pukul 15.38 WIB gempa dengan intensitas 8,5 skala Richter mengguncang Aceh. Pukul 17.43 WIB Aceh kembali diguncang gempa besar berkekuatan 8,8 skala Richter. Dari data Badan Informasi Geospatial, tsunami tertinggi terjadi di Meulaboh di Aceh bagian utara dengan ketinggian 1,02 meter.

Tahun 2004 tanggal 24 Desember, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Aceh. Sekitar 1 jam-2 jam berikutnya terjadi tsunami dengan ketinggian maksimal 10 meter.

Dari penjelasan yang diberikan ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman, serta pakar kelautan dan tsunami, Gegar Prasetya, ada perbedaan antara gempa tahun 2004 dan gempa 11 April 2012.

Pusat mekanisme

Perbedaan utama adalah pusat mekanisme gempanya atau mekanisme pelepasan energi.

”Gempa kali ini berbeda dengan tahun 2004. Yang terjadi kali ini adalah strike slip, perubahan secara vertikalnya kecil. Pergerakan antarlempeng yang terjadi hanya pergeseran mendatar,” tutur pakar kelautan dan tsunami, Gegar Prasetya, dari Bandung, Rabu (11/4). ”Sesar ini bergeser pada arah utara-selatan,” tambahnya.

Danny menambahkan, pusat gempa berada pada transform fault, yakni sesar yang berada pada tepi lempeng samudra. Saat gempa kemarin, pergerakannya horizontal. Pergeseran pada transform fault tersebut terjadi karena ada desakan dari pergerakan Lempeng (Samudra) Hindia. Dia mengatakan, Lempeng Hindia yang bergerak memutar searah jarum jam inilah yang menyebabkan terjadi pergerakan pada transform fault.

”Sebenarnya transform fault tersebut sudah tidak aktif lagi. Tetapi, pergerakan Lempeng Hindia yang memutar searah jarum jam tersebut telah mereaktivasi sesar tadi,” ujar Danny.

Ia menambahkan, ”Sesar tersebut sebenarnya sudah mati. Sesar tersebut merupakan sisa- sisa dari lempeng tektonik purba.”

Menurut Danny Hilman, di wilayah barat Sumatera sering terjadi gempa karena berada di sepanjang jalur tumbukan dua lempeng bumi, yaitu antara Lempeng (Samudra) Hindia dan Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua. Lempeng Hindia bergerak menunjam ke bawah (benua) Sumatera. Sumatera dan busur kepulauan di bagian baratnya adalah bagian dari Lempeng Eurasia.

Lempeng Hindia menunjam di bawah Sumatera dengan kecepatan 50 cm-60 cm per tahun dengan kemiringan dari zona penunjamannya sekitar 12 derajat.

Batas antara lempeng yang menunjam dan massa batuan di atasnya disebut sebagai bidang kontak dari zona penunjaman atau disebut juga sebagai bidang zona subduksi.

Syarat tak terpenuhi

Ketika gempa berskala besar, yang nyaris sama dengan gempa tahun 2004, tsunami yang ditakutkan warga tak terjadi. Rupanya, syarat terjadinya tsunami tak terpenuhi.

Syarat-syarat tersebut antara lain: kekuatan gempa lebih besar dari 7 skala Richter, kedalaman pusat gempa kurang dari 70 kilometer, dan terjadi pergeseran vertikal. Syarat pertama dan kedua terpenuhi, tetapi syarat terjadinya pergerakan atau pergeseran vertikal tak terpenuhi. Mengapa?

Seperti diungkapkan Gegar, kejadian gempa kemarin akan berdampak berbeda jika pusat gempa terdapat di zona subduksi. ”Kalau terjadi di zona subduksi, akan terjadi pergeseran vertikal karena di zona tersebut terdapat daerah tunjaman sehingga energinya mengarah vertikal,” katanya. Menurut dia, jika itu yang terjadi, Aceh bisa diterjang tsunami lagi.

Yang terjadi kemarin, menurut Gegar, pusat gempa berada pada punggungan samudra-pegunungan yang terbentuk dari magma yang keluar dari rekahan lempeng samudra. ”Jadi terjadi di ’belakang’ zona subduksi atau di outerise yang jauh dari zona subduksi. Saya takutkan kalau itu terjadi di ’depan’ zona subduksi,” kata Gegar.

Ia menambahkan, gempa serupa, yaitu gempa outerise (di luar zona subduksi), terjadi pada tahun 2010 di Aceh. Gempa waktu itu berkekuatan 7,3 skala Richter.

Bagian zona subduksi, dari palung (tempat masuknya lempeng samudra ke lempeng benua) sampai kedalaman sekitar 40 km, pada umumnya mempunyai sifat regas (elastik) dan batas kedua lempeng ini di beberapa tempat terekat erat. Karena itu, dorongan terus-menerus dari Lempeng Hindia bisa mengakibatkan terjadi akumulasi energi.

Bidang kontak zona subduksi dangkal ini biasa disebut megathrust (mega-patahan naik yang berkemiringan landai). Inilah yang menjadi sumber gempa bumi di lepas pantai barat Sumatera, termasuk gempa yang terjadi pada 26 Desember 2004.

Danny mengatakan, ”Gempa kali ini terjadi di luar zona patahan, tetapi terjadi di bidang Lempeng Hindia. Potensi tsunami tidak besar di sini. Yang kami khawatirkan kalau gempa terjadi di bidang subduksi dan itu mungkin sekali terjadi.”

Sementara itu, kekuatan gempa tahun 2004 dan kemarin lebih kurang sama. Hal tersebut disebabkan karena faktor yang memengaruhinya pun sama sebab terjadi pada kerak bumi yang memiliki kekekaran tinggi.

”Intensitas gempa dipengaruhi rigiditas (kekekaran) kerak bumi. Semakin tinggi rigiditasnya, semakin besar intensitasnya karena akan mendadak patah,” tutur Gegar.

Gempa yang terjadi kemarin, tambahnya, sudah pasti akan memicu sistem lainnya yang berada di dekatnya. ”Itu terjadi di Samoa tahun 2009. Gempa outerise waktu itu memicu zona subduksi di dekatnya, hanya dalam beberapa menit. Tadi kami juga sempat panik,” ujarnya.

Kini kita hanya perlu waspada. Apakah gempa kemarin akan memicu sistem gempa lainnya….

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2012/04/12/04263342/sama-sama.besar.berbeda.dampak

>>>

GEMPA SUMATERA

Saya Tak Ingin Kehilangan Anak Lagi…

Kamis,12 April 2012

”Jangan panik, jangan panik,” teriak seorang aparat kepolisian yang pontang-panting mengatur lalu lintas di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Rabu (11/4) sore. Namun, teriakan tersebut nyaris tak bermakna.

Warga yang dicekam kepanikan setelah gempa berkekuatan 8,8 skala Richter (SR) yang berpusat di barat daya Simeulue memenuhi badan jalan, berimpit, berdesakan, dan saling mendahului dengan kendaraan bermotor menuju tempat yang jauh dari pantai.

Mereka yang berada di kantor, rumah, dan kedai kopi berhamburan ke luar. Sebagian ada yang duduk saja bingung harus berbuat apa, sebagian memilih lari ke tempat yang aman. Jalanan pun padat. Orang-orang berusaha menyelamatkan diri.

Lampu pengatur lalu lintas tak berfungsi karena arus listrik mati. Umumnya, warga dari Ulee Lheue dan bibir pantai lain melarikan diri ke Lambaro, Lueng Bata, Keutapang, dan Mata Ie. Tempat-tempat itu merupakan daerah yang jauh dari laut.

”Kami harus lari. Gempa ini terasa sama dengan gempa 2004, tapi lebih lama. Oleh karena itu, kami sangat takut terjadi tsunami. Apalagi, orang-orang lari semua,” kata Ali Hanafiah (46), warga Kampung Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, yang tinggal hanya 100 meter dari pantai.

Dengan becak motor yang sehari-hari digunakan untuk bekerja, Ali membawa serta istri dan empat anaknya. Tujuan mereka satu, secepat mungkin sampai di Lueng Bata, daerah yang berada jauh dari pantai dan tak terkena tsunami pada 2004.

”Saya tak ingin kehilangan anak lagi. Tahun 2004, dua anak saya hilang karena saya terlambat membawa mereka pergi,” tutur Ali yang ditemui saat mengungsi di pinggiran Jalan Lueng Bata.

Ya, trauma bencana tsunami dan gempa tahun 2004 masih membekas di benak warga Banda Aceh. Lebih dari 100.000 warga kota tersebut, kala itu, meninggal dunia akibat bencana dahsyat itu. Memori itulah yang mudah sekali memicu kepanikan mereka begitu gempa mengguncang.

Pada detik-detik awal gempa, pukul 15.38, sebenarnya getaran tak terlalu kencang. Warga masih duduk atau beraktivitas seperti biasa. Namun, pada menit kedua, guncangan terasa makin kencang.

Pada saat itulah warga langsung berhamburan ke luar rumah. Bahkan, sebagian tembok Pasar Atjeh, yang dibangun kembali seusai tsunami 2004, retak-retak. Pasar Atjeh hancur diterjang tsunami 2004.

”Setelah makin kencang, kami takut. Tembok pasar retak-retak. Kami lari berhamburan. Listrik mati, dagangan ditinggalkan. Kami lari, takut,” tutur Sri Wahyuni yang duduk di pinggir Jalan Lueng Bata untuk menyelamatkan diri.

Sekitar 1,5 jam setelah gempa pertama, situasi kemacetan di jalan-jalan mereda.

Namun, pukul 17.43, gempa dengan kekuatan 8,8 SR terjadi.

Kepanikan kembali terjadi. Apalagi sepanjang jalan sejumlah warga dari arah pantai berteriak, ”Air naik, air naik….”

”Kami tidak tahu teriakan itu benar atau tidak, tapi yang penting cari tempat aman dulu. Kami takut sekali. Apalagi air sungai di muara surut 50 sentimeter, burung-burung beterbangan dari arah laut,” kata Teti (30), warga Lampaseh, Banda Aceh.

Kemacetan total terjadi di Jalan Medan-Banda Aceh, dekat Jembatan Punge, Banda Aceh. Warga memarkir mobil dan kendaraan di pinggir hingga badan jalan. Sebagian kendaraan dipacu ke luar kota untuk menghindari tsunami.

Hingga sekitar pukul 19.30, warga belum berani kembali dari tempat mereka mengungsi. Gempa susulan dalam skala kecil masih terjadi beberapa kali. ”Kami menunggu sampai semuanya aman,” ujar Heri, warga Ulee Lheue.

Kepanikan juga terlihat di Aceh Jaya karena warga daerah itu pernah merasakan derita akibat tsunami tahun 2004.

Warga Calang, Aceh Jaya, Rabu petang, berbondong-bondong mengungsi ke Gunung Keutapang dan Gunung Carak begitu gempa berkekuatan 8,5 SR terjadi. Warga memilih menginap di gunung-gunungkarena khawatir tsunami terjadi jika ada gempa susulan.

Salah satu warga Calang, Novita Apriliana, yang dihubungi dari Jakarta, menuturkan, saat gempa terjadi, dia sedang bekerja di Kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya di Kuala Meurisi. Novita bersama warga setempat kemudian lari ke Gunung Keutapang di dekat Markas Komando Distrik Militer Aceh Jaya dan bertahan di sana selama satu jam.

Masyarakat kembali ke gunung begitu ada gempa susulan. ”Kami berencana menginap di rumah keluarga di Gunung Carak malam ini. Rata-rata warga Calang masih belum pulang ke rumah,” ujar Novita.

Calang merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Jaya yang diapit Samudra Hindia dan pegunungan serta luluh lantak saat tsunami terjadi pada 26 Desember 2004.

Inilah yang membuat penduduk setempat trauma sehingga mereka langsung meninggalkan kota menuju pegunungan begitu gempa terjadi.

Kepanikan juga dialami Taufik Yanizar, warga Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Taufik mengatakan, dia langsung mengevakuasi keluarga dari Meulaboh ke Kecamatan Kaway XVI yang merupakan kawasan pegunungan.

Sosiawan (59), warga Langsa, mengatakan, dia sempat kesulitan menghubungi telepon seluler putrinya, Ayu Konela (24), di Banda Aceh. Akses komunikasi ke Banda Aceh baru pulih sekitar 1,5 jam kemudian sehingga Sosiawan bisa mengetahui kondisi keluarga.

”Memang tidak ada kabar kerusakan fisik yang parah. Namun, masyarakat panik dan banyak yang mengungsi ke tempat lebih tinggi,” ujar Sosiawan.

Di Lhokseumawe, warga juga panik pascagempa. ”Kami langsung menghentikan aktivitas kami begitu terjadi gempa. Kami buru-buru pulang ke rumah melihat keluarga kami masing-masing,” kata Igemuri, warga Lhokseumawe.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2012/04/12/05082767/saya.tak.ingin.kehilangan.anak.lagi

>>>

Ini Dia Syarat-syarat Terjadinya & Status Ancaman Tsunami

Jakarta Gempa besar 8,5 SR dan 8,1 SR di Aceh kali ini tak menimbulkan tsunami. Hal ini karena gempa dan kondisi sebagai syarat terjadinya tsunami tak terjadi. Apa saja?

“Waktu kejadian lalu di Aceh 2004 lalu itu gempa besar tsunaminya cukup besar. Kan yang ini gempanya besar tapi tsunaminya tidak cukup signifikan. Karena ada syarat-syarat terjadinya tsunami,” jelas Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B Harijono.

Hal itu disampaikan Woro dalam jumpa pers di kantor BMKG, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (11/4/2012). Syaratnya adalah:
1. Kedalaman gempa: kurang dari 70 km
2. Pusat gempa: di dasar laut
3. Besaran gempa: lebih dari 7 SR
4. Patahan: patahan lempeng naik-turun atau vertikal
“Sedangkan ini kan patahannya bukan naik turun, tapi mendatar atau pergeseran. Jadi kemungkinan tsunami cukup besar tidak akan terjadi,” jelas Woro.

Sedangkan Deputi bidang Geofisika BMKG Prihariadi mengatakan ada 3 status ancaman tsunami.
1. Awas, bila ancaman tsunami yang terjadi diperkirakan lebih dari 3 meter
2. Siaga, bila ancaman tsunami yang terjadi diperkirakan 0,5 meter – 3 meter
3. Waspada, bila ancaman tsunami yang terjadi diperkirakan kurang dari 0,5 meter
“Untuk awas dan siaga harus segera meninggalkan daerah pantai,” jelas Prihariadi.

Kemungkinan gempa-gempa di daerah jalur gempa sepanjang Lempeng Euroasia? “Kemungkinan gempa di daerah lain sepanjang jalur lempeng itu, bisa mungkin bisa saja tidak,” jawab dia.

Sumber : http://news.detik.com/

>>>

Berita Terkait :

Gempa Aceh, Gempa Padang Mengintai
Peringatan Tsunami Untuk 28 Negara Resmi Dicabut