PTN/PTS Tolak RUU Pendidikan Tinggi
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/10/155582/PTNPTS-Tolak-RUU-Pendidikan-Tinggi-

10 Agustus 2011
YOGYAKARTA-Sekitar 3.000 perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia akan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Tinggi (PT).

Sebab, RUU PT yang masih dibahas di DPR tersebut ternyata hanya ganti baju dari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). “RUU PT ini istilahnya hanya ganti baju. Rohnya tetap sama yaitu UU BHP,” kata staf ahli Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Sudjito SH kepada wartawan di kantor kompleks Bulaksumur UGM Yogyakarta, Selasa (9/8).

Menurut Sudjito, kehadiran RUU PT saat ini sebagai bentuk reaksi beberapa pihak atas penolakan dan pembatalan UU BHP di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu. Secara substansial, semangat liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan dari RUU PT masih ada.”RUU PT ini benar-benar mereduksi habis-habisan terhadap tujuan pendidikan, bukan untuk mencerdaskan bangsa, melainkan mencetak buruh-buruh di pasar global,” katanya.

Sudjito menegaskan dari berbagai aspek RUU ini, banyak ditemukan kelemahan karena hanya mengubah bentuk dari UU BHP. Sementara isi dan rohnya adalah sama. Dari sisi kajian filosofis, sosiologi, dan yuridis juga sangat lemah. Dia menegaskan pihaknya mempertanyakan urgensi adanya RUU tersebut. Disinyalir RUU ini hanya untuk mengakomodasi kepentingan sesaat sekelompok orang dan institusi dengan dibatalkanya UU BHP.

Sebab, ada indikasi kuat kepentingan internal dari sekelompok anak bangsa ini yang ingin memanfaatkan RUU PT serta adanya desakan kepentingan eksternal/asing untuk menjadikan pendidikan tinggi Indonesia sebagai komoditas.”Ini yang kami khawatir dan jelas beralasan, karena RUU PT masuk ke DPR demi-kian cepat,” ujarnya.

Jangan Dibedakan

Sudjito menegaskan, secara prosedural seharusnya dalam menyusun RUU ini juga harus didahului dengan kajian berbagai hal, seperti kajian white paper hingga legal drafting. Namun semua itu hanya dilakukan untuk formalitas.”Hal ini tidak boleh ada dan tak boleh dilanjutkan. Ini bakal ditolak, kemudian ada judicial review dan sudah pasti cost-nya akan besar. Tapi kerugian yang lebih besar lagi yang dialami bangsa ini bila RUU PT itu tetap disahkan,” urainya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Prof Dr Sutaryo mengatakan, kajian secara akademis RUU tersebut sangat lemah.Karena itu, pihaknya akan mengajukan RUU tandingan agar menjadi bahan dan second opinion di DPR. Diperkirakan sekitar 3.000 lebih PT se-Indonesia akan menolaknya, karena RUU ini bukan solusi masalah tapi memunculkan masalah baru di dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Menurut Sutaryo, penolakan dan respons negatif terhadap RUU PT itu sudah ada, antara lain dari forum rektor, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (APTISI), Dewan Pendidikan DIY, pelaku pendidikan tinggi, dan BEM UGM.Sutaryo mencontohkan beberapa hal yang disetujui antara lain dibeda-bedakannya antara PTN dan PTS. Pembagian dan pembedaan seperti itu seharusnya tidak perlu ada. Sebab, hal tersebut akan mengakibatkan tidak terjadinya pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia.

“Masa PTN dan PTS dibedakan, kalangan APTISI jelas menolak, mereka kan sama-sama bayar pajak. Ini bisa menjadikan munculnya oligarki pendidikan,” tandas Sutaryo.(dtc-75)